Pemerintah Kota Pontianak masih memiliki PR dalam pengentasan wilayah kumuh yang jumlahnya masih mencapai 40 hektare dan tersebar di beberapa wilayah.
Problem dalam pengentasan wilayah kumuh ini, selain rumah dengan kondisi tak layak huni, soal kondisi toilet juga menjadi perhatian untuk dientaskan.
WALI Kota (Wako) Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengatakan masih terdapat kurang lebih 40 hektare lahan pemukiman yang sebarannya berada di beberapa kelurahan.
Dia melanjutkan persoalan wilayah kumuh memang turut menjadi perhatiannya. Sebab daerah kumuh, diakui dia, memiliki sejumlah persoalan yang pelik dalam satu kesatuan.
Kemiskinan, menurut dia, menjadi persoalan paling utama. Setelah itu, dia menambahkan, pastinya kondisi bangunan rumah, sanitasi, pendidikan, hingga pendapatan warga yang masih terbilang rendah. Dalam upaya buat mengentaskan persoalan ini pelan-pelan secara bertahap Pemkot Pontianak di bawah kepemimpinannya sudah melakukan berbagai hal untuk memperkecil zona daerah kumuh ini.
Soal toilet yang dipandang Edi masih tak layak digunakan, tak dipungkiri dia, masih ditemukan di Kota Pontianak. Wilayah seperti pemukiman baru di pinggiran sungai salah satunya dimisalkan dia. "Kondisi WC tak layak ditemukan pada masyarakat menengah ke bawah," ungkapnya, Sabtu (18/11).
Kondisi topografi di Pontianak yang berada di dataran rendah, menurutnya, turut mempengaruhi kondisi sanitasi. Belum lagi ketika pasang surut sungai terjadi, tak dipungkiri dia, ikut mempengaruhi keberfungsian toilet tersebut. Program sanitasi sendiri lebih dalam, kata Edi, sudah dikerjakan Pemkot Pontianak.
Dimisalkan dia seperti Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD), di mana kemudian Pemkot juga membuatkan WC bersama di beberapa titik.
"Namun untuk WC bersama ini tidak efektif," aku dia.
Di tahun ini, kata Edi, sebanyak 106 warga menerima bantuan rehab toilet atau water closet (WC) dari Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRDKP) Kota Pontianak.
Edi menilai, masih banyak WC warga dalam kondisi belum layak. Meski mungkin sebagian rumah terlihat dari muka depan masih layak, namun, diakui dia, belum tentu kualitas WC-nya layak. Lalu, ada pula WC yang terlihat bagus, tetapi pembuangannya, diakui dia, tidak memenuhi standar sehingga mencemari air tanah. Oleh sebab itu, pihaknya menggelontorkan dana yang bersumber dari APBD 2023 sejumlah Rp10 juta untuk masing-masing WC. Tak hanya memberikan bantuan, ia juga ingin memberikan edukasi kepada masyarakat terhadap lingkungan tanah dan parit.
Ke depan program serupa akan terus dilakukan secara berkelanjutan setiap tahun. “Ada 106 WC yang kita bedah dan ada 77 rumah, semua itu di luar bantuan Kementerian PUPR," tukasnya.
Besaran biaya untuk membuat sebuah WC, menurutnya, adalah Rp10 juta. Dananya mereka transfer ke warga penerima manfaat, dengan catatan tim pendamping dari DPRKP mendampingi dan mengawasi penggunaan dana bantuan tersebut.
"Tahun depan kita upayakan harus ada program seperti ini karena salah satu program intervensi pengentasan kemiskinan, selain drainase, air bersih, rumah, dan WC,” paparnya.
Irlis Sukarja (50), salah seorang warga tepian sungai Kelurahan Tambelan Sampit, merupakan penerima bantuan WC dari Pemkot Pontianak. Ia menceritakan kondisi WC di rumahnya yang tidak layak saat ini.
Ukuran yang tidak sesuai standar serta hanya berdindingkan semen, sehingga tidak layak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang berjumlah tujuh orang itu. Pembuangan merupakan hal penting bagi keberlangsungan kehidupan keluarganya.
“Kami sebagai keluarga dengan adanya bantuan, agak enaklah (pembuangan). Ukuran WC kami 1,5 meter x 1 meter. Septictank pun kecil saja,” terangnya yang juga sebagai Ketua RT 002/RW 002 Kelurahan Tambelan Sampit, Kecamatan Pontianak Timur. Bantuan ini tersebar di enam kecamatan dengan penerima bantuan didominasi warga di Kecamatan Pontianak Timur, Pontianak Barat, dan Pontianak Utara. (*)