Polres Melawi menyita 2.000 liter bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di sebuah pangkalan di Dusun Tahlut, Desa Semadin Lengkong, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi. Dari penyitaan itu, polisi menetapkan dua orang sebagai tersangka yakni pemilik tempat dan karyawannya, BHN alias UJ (45) dan SKD alias KD (43).
Kuasa hukum tersangka, Edward L Tambunan membantah bahwa solar tersebut milik kliennya. BBM jenis solar itu disebut milik Kodam XII Tanjungpura yang dititipkan di pangkalan minyak milik kliennya. “Solar itu bukan milik klien kami melainkan milik Kodam XII Tanjungpura,” kata Edward L Tambunan, Senin (2/10).
Dijelaskan Edward, kasus penyitaan solar tersebut bermula pada Sabtu 16 September 2023 ketika ada pengiriman solar sebanyak 8.000 liter dari Kodam XII Tanjungpura ke Kabupaten Melawi. Solar tersebut diangkut dan dikirim menggunakan mobil tangki milik Kodam XII Tanjungpura dengan nomor plat kendaraan 9544-XII. “Solar ini dikirim dengan dokumen lengkap. Bukti Delivery Order (DO) juga ada,” katanya.
Dari 8.000 liter solar tersebut, lanjut Edward, 5000 liternya dibeli oleh PT. Sania Tania Sania (STS) dengan harga Rp12 ribu per liter. Ketika minyak sampai di Kabupaten Melawi, solar sebanyak 3.000 liter langsung dibeli masyarakat dengan harga minyak industri yakni Rp11.600 per liter. Saat itu, proses bongkar muat minyak dilakukan di kios milik kliennya.
“Klien saya ini hanya menjadi tempat persinggahan yang ditunjuk Kodam. Sebagai antisipasi ketika tidak ada pembayaran maka solar tidak diserahkan,” ucap Edward.
Saat itu, lanjut dia, 3.000 liter solar sudah diangkut menggunakan tangki milik perusahaan. Sementara sisanya 2.000 liter dititipkan di kios milik kliennya yang rencananya akan diambil perusahaan pada keesokan harinya.
“Setelah 2.000 liter solar ini selesai dipindahkan ke drum, tiba-tiba anggota dari Polres Melawi langsung melakukan penangkapan terhadap pemilik kios dan karyawan serta menyita solar sebagai barang bukti,” ungkapnya.
Edward mengatakan, setelah penangkapan itu, Minggu 17 Oktober 2023 kliennya langsung ditetapkan sebagai tersangka. Edward menyayangkan dalam proses penyelidikan yang dilakukan, polisi tidak melibatkan Kodam XII Tanjungpura sebagai pemilik dan PT. STS sebagai pembeli solar. Padahal, polisi tahu bahwa solar tersebut dibawa oleh mobil milik Kodam.
Pertanyaannya, lanjut Edward, mengapa kepolisian tidak memanggil perwakilan Kodam XII Tanjungpura dan pihak PT. STS sebagai pemilik dan pembeli solar. Harusnya kedua pihak tersebut dilibatkan untuk dimintai keterangan.
“Penetapan tersangka klien kami ini jelas sangat merugikan karena dianggap sebagai pemilik. Padahal faktanya jelas, minyak milik siapa dan dibeli oleh siapa,” tukas Edward.
Sejak penangkapan, penetapan tersangka, dan penahanan selama dua minggu, kedua kliennya tersebut tidak dipanggil polisi untuk dimintai keterangan. Sikap tersebut tentu menimbulkan tanda tanya. Ada apa?
“Alasan polisi tidak tahu alamat Kodam dan PT. STS. Ini kan alasan yang tidak masuk akal. Dokumen solar ini jelas. Bukti pengirimannya ada. Telusurilah. Tanya Kodam, betul tidak itu solar mereka,” ungkap Edward.
Yang lebih aneh, dia menambahkan, mobil milik perusahaan yang digunakan untuk mengangkut solar sebanyak 3.000 liter sudah diamankan polisi tetapi pihak perusahaan tidak pernah diperiksa.
“Kalaupun ada keuntungan yang didapat klien saya, itu karena tempatnya digunakan untuk bongkar muat dan penyimpanan, bukan sebagai pemilik. Maka secara hukum klien saya ini tidak bisa dipertanggungjawabkan atas kepemilikan solar tersebut. Karena bukan miliknya,” tegas Edward.
Ia meminta penyidik Polres Melawi mengkaji ulang penetapan tersangka terhadap kedua kliennya. Jika polisi masih terus melanjutkan proses hukum tersebut, dirinya akan segera membuat laporan ke Propam Polda Kalbar karena polisi bekerja tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui aplikasi Whats App, Kasat Reskrim Polres Melawi, AKP Joni tidak merespon.(arf)