Perjuangan Para Penderita Epilepsi, Tetap Optimis dengan Segala Kekurangan

- Minggu, 26 Maret 2023 | 12:50 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Hari Kesadaran Epilepsi (Epilepsy Awareness Day) atau Purple Day diperingati setiap tanggal 26 Maret. Berkenaan dengan hal itu, Pontianak Post akan mengangkat perjuangan para penderita epilepsi. Bagaimana kisah mereka?

SITI SULBIYAH, Pontianak

BOCAH kecil berusia 2 tahun itu sekilas tampak seperti balita pada umumnya. Ceria dan aktif bermain. Namun siapa sangka, 2 tahun terakhir ia telah melewati serangkaian pengobatan. Itu dilakukan setelah ia divonis menderita epilepsi. 

Anak itu bernama Aishwa. Sang ibu, Enny menceritakan, putri pertamanya itu pertama kali mengalami kejang saat berusia 7 bulan. “Saat itu bergetar seluruh badan,” kata Enny, menceritakan peristiwa yang terjadi pada sang buah hati.

Pada waktu itu, hampir setiap hari Aishwa mengalami kejang ringan terutama setiap bangun tidur. Ada pula gerakan mata yang menurutnya tidak biasa. Itu sebabnya ia memeriksakan kondisi anaknya kepada dokter. 

Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa anaknya menderita epilepsi. Betapa terkejutnya Enny dan suami mendengar hal itu. Rasa khawatir menggelayut, namun penuh dengan ketidakpercayaan.

Kondisi tersebut ditolak oleh Enny. Selama beberapa bulan ia mencoba berbagai pengobatan alternatif. Termasuk menggunakan jasa orang pintar. Disarankan orang berobat ke mana pun, ia jalani demi kesembuhan sang buah hati.

Namun hasilnya tidak begitu baik, bahkan cenderung tidak ada perubahan. Kejang-kejang yang dialami anaknya masih sering terjadi. Ia pun memutuskan untuk kembali ke penanganan medis.

“Diberikan obat dan harus diminum tepat waktu, ada yang dua kali sehari, ada yang tiga kali,” ucap warga Pontianak ini.

Pemberian obat pun diakuinya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi anak. Pada dosis tertentu dinilai dokter kurang maka akan ditambah. Kondisi ini dipantau dua minggu sekali oleh dokter. Enny pun disiplin menjalankan saran dokter sehingga kejang pada anaknya tak timbul sekitar empat bulan.

“Diusahakan juga hindari pencetusnya (epilepsi), seperti kepanasan dan kedinginan,” ujarnya,

Epilepsi yang dialami itu ternyata berdampak pada tumbuh kembang anaknya. Bila anak yang tumbuh kembangnya normal bisa duduk pada usia sekitar enam bulan, maka Aishwa baru bisa duduk saat umur 1 tahun. Tak hanya itu, anaknya juga tidak seaktif balita pada usianya.

“Tidak aktif dan jarang senyum,” imbuhnya.

Suatu ketika Aishwa menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. Ia mengalami muntah-muntah dan sulit makan. Diberi ASI juga dimuntahkan. Ia dibawa ke IGD di salah satu rumah sakit dan dilakukan CT Scan. Hasilnya ia mengalami infeksi di otak. Lagi-lagi, Enny dikejutkan dengan kondisi yang menimpa anaknya itu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Polres Landak Fokus Pencegahan Aktivitas PETI

Rabu, 24 April 2024 | 11:30 WIB

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X