Ketua Komisi III DPRD Kota Pontianak, Mujiono mengatakan, pemerintah kota mesti melakukan banyak inovasi dalam upaya meningkatkan pajak asli daerah (PAD). Sejauh ini, Komisi III melihat inovasi peningkatan PAD masih kurang.
“Pemkot masih stagnan dalam upaya meningkatkan PAD. Jika dilihat angka yang didapat masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Mesti ada inovasi untuk meningkatkan PAD ini,” tegas Mujiono, Jumat (24/3).
Harusnya dalam upaya meningkatkan PAD, Pemkot Pontianak dapat mempermudah perizinanan. Jika mekanismenya sulit bagaimana orang mau berinvestasi. Belum lama ini, lanjut Mujiono, DPRD Pontianak melakukan rapat bersama beberapa asosiasi event organizer (EO) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Dari hasil pembicaraan tersebut, mereka meminta Pemkot Pontianak dapat mempermudah segala izin dalam penyelenggaraan event.
Apa yang dijelaskan oleh pihak EO dan PHRI ternyata senada dengan pemikiran Mujiono. Harusnya perizinan mereka bisa dipermudah. Karena jika banyak acara diadakan di Pontianak, turut berpengaruh pada PAD Pontianak.
Apalagi acara yang diadakan oleh EO bisa bertaraf internasional. Ia yakin masyarakat yang datang ke acara tersebut bukan hanya warga dari Pontianak saja. Orang dari Kalbar akan berbondong ke Pontianak. Tak menutup kemungkinan masyarakat tetangga dari Malaysia dan orang-orang dari Pulau Jawa datang ke sini untuk menyaksikan event tersebut.
Jika ini bisa terjadi. Akan banyak keuntungan yang didapat oleh Kota Pontianak. Tingkat hunian penuh, rumah makan, restoran hingga makanan emperan dipenuhi tamu pendatang. Belum lagi pusat oleh-oleh bakal ramai dipadati.
“Kalau saat ini kinerja Pemkot seperti air mengalir. Cukup ikuti arus,” singgungnya.
Ia minta Pemerintah Kota Pontianak bisa mendukung penuh para penyelenggara ini jika mengadakan kegiatan. Ia malahan ingin kegiatan yang diadakan di Pontianak bertaraf internasional.
Contohlah daerah di Pulau Jawa. Jogja dan Solo misalnya, kini berebut-rebut untuk menyelenggarakan kegiatan bertaraf internasional. Semua dikejar karena ada sumbangsih buat PAD mereka. Ia juga minta, kegiatan yang sifatnya mengumpulkan massa yang tertuang dalam program Pemkot Pontianak. Dapat dilelang saja ke EO. Sebab mereka lebih professional dalam menggarap event.
“Ini ASN juga mau nangkap kerjaan itu. Mana bisa maksimal. Kerjaan ASN itu sudah cukup banyak,” singgungnya lagi.
Pelaku usaha event organizer (EO) meminta agar ada kemudahan penerbitan izin terkait berbagai acara yang akan digelar. Ario Sabrang, salah satu pengusaha EO ini mengatakan mengurus perizinan kegiatan secara umum masih menyulitkan.
Ario juga menyoroti banyaknya jalur yang harus dilewati oleh EO dalam mengurus perizinan. “Dalam hal ini belum satu pintu apalagi biaya yang tidak ada baku atau standarnya,” paparnya.
Jika tidak ada standar baku terhadap biaya mengurus perizinan, lanjut Ario akan membuat EO kesulitan memprediksi dana operasional perizinan yang dibutuhkan dalam kegiatan. “Dengan tidak adanya biaya baku membuat cost operasional yang tidak bisa diprediksi atau masuk dalam perencanaan. Belum lagi jika kegiatan dinas atau instansi akan mempersulit pertanggungjawabannya,” paparnya.
Tidak bakunya standar biaya ini, bisa berdampak pada persaingan EO menjadi tidak sehat. Dampak lainnya, industri kreatif di Kalbar umumnya, dan Pontianak khususnya akan sulit berkembang.
Menurut Ario, keberadaan EO sangat memiliki peran signifikan untuk PAD. Dia merinci peran EO dalam menambah PAD, seperti pajak tiket, sewa tempat, pajak parkir, hunian hotel meningkat, juga dari restoran atau kafe.
“Belum lagi untuk mendongkrak ekonomi, baik untuk pedagang UMKM, tenaga kerja yang terlibat, usaha sewa panggung, tenda, kursi juga menjadi kontribusi buat mereka,” ulasnya.
Ario berharap perlu dibuat aturan yang baku terkait mengurus perizinan kegiatan “Khususnya kami berharap satu pintu saja dan biayanya pun kami harap sudah mempunyai range harga yang jelas,” ungkapnya.
Harapan lainnya, EO diberdayakan oleh instansi pemerintah atau swasta agar industri kreatif terus berkembang. “Asosiasi EO secepatnya dibentuk di Pontianak atau Kalbar, karena bisa untuk membantu rekomendasi EO yang baik kepada pemangku izin dan pemilik kegiatan,” katanya.
Tak kalah pentingnya, kata Ario Kalbar umumnya dan Pontianak sebagai ibukota provinsi memiliki tempat kegiatan yang representatif untuk EO berkegiatan. Meski demikian, Ario mengatakan berdasarkan pengalaman dalam mengurus izin belum mendapati kendala yang berarti. Namun ditegaskannya, kegiatan yang dilakukan bukan dalam bentuk konser yang membutuhkan syarat perizinan yang banyak.
“Kalau saya bukan EO yang konsen di konser yang membutuhkan perizinan yang lumayan banyak yah, karena belum terdigitalisasi sehingga saya alhamdulillah belum mendapati perizinan yang sulit,” ungkapnya.
Ario mengatakan, solusi untuk perizinan yang panjang dan banyak adalah dengan perizinan yang terdigitalisasi sehingga bisa membantu dalam suatu kegiatan.
“Khususnya pascapandemi covid yah. Ini mungkin masa transisi pandemi covid juga yah,” pungkasnya. (iza/mrd)