Nelayan Kalbar Kian Terpuruk, Harga BBM Naik Kapal Tak Melaut

- Selasa, 13 September 2022 | 10:22 WIB
TAK MELAUT: Sejumlah kapal ikan sedang berlabuh di dermaga Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Sebagian kapal-kapal tersebut sedang menunggu pasokan bahan bakar minyak (BBM) sebelum kembali berlayar, Kamis (8/9). Dampak kenaikan harga BBM mempengaruhi pasokan dan tingginya harga BBM di tingkat pengecer. (ARIEF NUGROHO/PONTIANAK POST)
TAK MELAUT: Sejumlah kapal ikan sedang berlabuh di dermaga Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Sebagian kapal-kapal tersebut sedang menunggu pasokan bahan bakar minyak (BBM) sebelum kembali berlayar, Kamis (8/9). Dampak kenaikan harga BBM mempengaruhi pasokan dan tingginya harga BBM di tingkat pengecer. (ARIEF NUGROHO/PONTIANAK POST)

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi makin membebani nelayan kecil. Mereka selama ini kesulitan mengakses BBM bersubsidi dan mengandalkan BBM eceran yang harganya jauh lebih tinggi dari harga pasar.

Nelayan di Sungai Kakap, Kubu Raya misalnya. Kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi telah mereka rasakan sejak beberapa bulan lalu. Mereka harus membeli BBM eceran agar tetap bisa melaut dan menghidupi keluarga di rumah.

Jika tidak, alih-alih melaut, kapal-kapal mereka hanya akan tertambat di dermaga. Seperti pada Kamis (8/9) lalu. Hari masih pagi saat saya tiba di sana. Suasana dermaga Sungai Kakap tampak dipadati kapal-kapal penangkap ikan. 

Beberapa nelayan dan anak buah kapal (ABK) terlihat hanya duduk santai sembari berbincang dengan sesama ABK lainnya.

Salim salah satunya. Ia bersama tiga ABK lainnya terpaksa harus menunda keberangkatannya ke laut untuk mencari ikan.  Pasalnya, kapal ikan tempatnya bekerja sedang tidak memiliki stok bahan bakar. “Kami masih menunggu, Bang. Tidak tahu dapat atau tidak solarnya,” kata Salim saat ditemui Pontianak Post. 

Menurut Salim, kenaikan harga BBM subsidi sangat mempengaruhi daya operasional para nelayan.  Meskipun, selama ini nelayan di Sungai Kakap terbiasa membeli BBM dengan harga yang lebih mahal dari harga pasaran.

“Wah jelas sekali dampaknya. Beberapa bulan ini kami kesulitan mendapatkan BBM. Kalau pun ada harus membeli di pengecer dengan harga yang jauh lebih mahal,” kata dia.

“Sebelum ada kenaikan harga, satu liter harga eceran sekitar Rp7.000-Rp8.000. Setelah harga naik menjadi Rp14.000 per liter,” kata dia.

Sementara, sekali melaut setidaknya membutuhkan 500 liter sampai 1 ton bahan bakar. “Kapal kami ini bermesin 6 silinder. Untuk BBM sekali melaut butuh sekitar 1 ton. Sekarang untuk mendapatkan BBM saja sulit,” terangnya.

Salim mengatakan, persoalan mahalnya harga BBM jenis solar disebabkan nelayan kecil tak dapat beli BBM di Stasiun Bahan Bakar Nelayan (SPBN). Padahal, Kecamatan Sungai Kakap memilki dua SPBN. Satu di antaranya masih beroperasi.

“SPBN yang di Benteng ini hanya melayani motor besar pukat hiu, sementara nelayan lokal tak dilayani dengan alasan surat menyurat. Sedangkan kalau kami beli pakai jeriken, kami takut ditangkap polisi. Serba salah jadinya,” terangnya.

Nasib serupa juga dialami nelayan di Kecamatan Paloh, Sambas. Kepala Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Irpan Riadi mengatakan, kenaikan BBM saat ini berdampak buruk bagi ekonomi nelayan di desanya.

Menurut Irpan, Desa Sebubus yang berbatasan dengan Malaysia, jauh dari akses pengisian BBM. “Di desa kami tidak tersedia tempat pengisian bahan bakar yang disediakan oleh Pertamina,” ujarnya. 

Menurutnya, untuk mendapatkan bahan bakar, nelayan harus membeli ke pengecer, dengan harga antara Rp13.000 hingga Rp15.000 per liter.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Polres Landak Fokus Pencegahan Aktivitas PETI

Rabu, 24 April 2024 | 11:30 WIB

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X