Hasil Autopsi: Apin Mati Dibekap

- Jumat, 19 Agustus 2022 | 10:03 WIB

Permohonan praperadilan Sinta Anissa atas penghentian penyidikan laporan dugaan pembunuhan terhadap abangnya Hendrikus Hendra alias Apin telah memasuki tahap pembacaan kesimpulan di Pengadilan Negeri (PN) Sanggau, Senin (15/8). Dalam sidang kali ini, terungkap penyebab kematian Apin.

Hasil autopsi yang dilakukan dr Monang Siahaan, pada 25 Oktober 2021 menerangkan korban mati lemas akibat terhalangi saluran pernapasan karena pembekapan. Selain itu, dijumpai bekuan darah di kedua lubang hidung karena pecahnya pembuluh darah hidung.

Hasil autopsi juga menyatakan bahwa korban mati lemas karena kurangnya udara yang diterima pada saluran pembuluh darah di leher sehingga mengakibatkan pecah pembuluh darah di leher.

Kuasa hukum Sinta Anissa, Nia Sulistiani Sinaga mengatakan, dari keterangan saksi-saksi termohon dalam persidangan, yakni Polres Sanggau, banyak ditemukan dugaan pelanggaran standar prosedur penyidikan. Fakta persidangan dan kesaksian yang diberikan saksi termohon, Adrian Trisna menerangkan jika dirinya tidak memasang police line (garis polisi) di area sekitar tempat kejadian perkara (TKP) pada saat melaksanakan olah TKP. Padahal seharusnya police line segera dipasang di area TKP tersebut agar tidak terjadi pengrusakan TKP, penghilangan barang bukti dan petunjuk-petunjuk lainnya, serta mencegah adanya pihak-pihak yang dapat mengubah TKP.

Dia menjelaskan, kuasa hukum termohon dalam sidang mengatakan pemasangan police line di TKP tidaklah wajib. Akan tetapi, faktanya dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) tempat pertama tempat kejadian perkara (TPTKP) berdasarkan Juklak Kapolri RI : 01/II/1982 tanggal 18 Februari 1982 tentang Penanganan TKP, SKEP Kapolri nomor Pol.: SKEP/260/4/2004 tanggal 21 April 2004 tentang Petunjuk Kegiatan TPTKP, dan PERKABAHARKAM Nomor 5 Tahun 2011 Tanggal 13 Desember 2011 tentang TPTKP.

Aturan itu pada Poin D tentang Pelaksanaan TPTKP Kriminalitas, menyatakan antara lain: catat tempat, waktu kejadian dan keadaan cuaca, pengamatan secara umum tentang situasi, baik orang, barang dan benda-benda, pasang police line, lakukan pertolongan terhadap korban, catat orang-orang yang berada di TKP terutama orang yang mengetahui tentang kejadian dan perintahkan orang untuk tidak meninggalkan TKP, dan lain-lain.

“Jelas antara keterangan termohon dengan Juklak Kapolri terjadi perbedaan. Dan pemasangan police line di tempat kejadian adalah satu kewajiban yang harus dilakukan polisi,” kata Nia.

Masih berdasarkan keterangan saksi, Adrian Trisna dalam persidangan, yang bersangkutan menyatakan bahwa dirinya ikut menjadi anggota tim penyidik Polres Sanggau. Ia menangani pokok perkara dan ikut membantu Kanit Reskrim Polres Sanggau. Dalam hal ini, kata Nia, saksi ikut membuat berkas-berkas yang berkaitan dengan proses penyelidikan dan penyidikan pokok perkara yang dilaporkan Sinta Anissa.

Yang bersangkutan menerangkan berkas-berkas yang dibuat oleh termohon yaitu bukti P-1, P-2, P-3, P-4, P-6, P-7, P-8, P-9, P-11, P-12, P-13, dan P-16 sudah dikirimkan kepada Pemohon. Akan tetapi bukti P-5 tidak dikirimkan kepada Pemohon padahal tembusan suratnya adalah kepada Ketua Pengadilan Negeri Sanggau dan pelapor, Santi Anissa.

 

Nia menerangkan, saksi Adrian Trisna juga mengaku ikut datang ke TKP yaitu di rumah Apin tetapi tidak memasang police line karena tidak wajib. Saksi menerangkan TKP sudah rusak karena pemohon melaporkan kejadian kepada Polres Sanggau sudah terlalu lama (sudah lewat beberapa hari) sehingga sudah terjadi banyak perubahan di TKP.

Saksi menerangkan telah melakukan pemeriksaan saksi sebanyak 20 orang tetapi pada faktanya berdasarkan bukti P-13 yang dibuat sendiri oleh penyidik Polres Sanggau dan dikirimkan kepada pemohon, menyebutkan jumlah saksi yang diperiksa adalah sebanyak 18 orang.

Nia mengatakan, keterangan saksi Adrian Trisna yang paling menarik adalah yang bersangkutan ikut dalam proses autopsi jenazah Apin di Mempawah. Ia mengaku mendengar langsung pernyataan ahli forensik, dr. Monang Siahaan tentang hasil autopsinya.

“Pada saat di persidangan saksi membacakan langsung hasil autopsi yang dibuat oleh dr. Monang Siahaan, yang dituangkan dalam Surat Visum Et Revertum (VER),” ungkap Nia.

Adapun hasil autopsi yang dituangkan dalam surat visum et revertum tersebut yakni telah diperiksa jenazah laki-laki umur 42 tahun, panjang badan 178 cm, warna kulit sawo matang, keadaan gigi baik. Dijumpai luka memar pada garis lintang garis tengah tubuh sebelah kanan. Dijumpai juga luka memar pada pipi sebelah kanan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

EO Bisa Dijerat Sejumlah Undang-Undang

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB

Pengedar Sabu di IKN Diringkus Polisi

Rabu, 24 April 2024 | 06:52 WIB

Raup Rp 40 Juta Usai Jadi Admin Gadungan

Selasa, 23 April 2024 | 09:50 WIB

Masih Abaikan Parkir, Curanmor Masih Menghantui

Selasa, 23 April 2024 | 08:00 WIB

Pembobol Gudang Kampus Poliban Tertangkap

Minggu, 21 April 2024 | 17:20 WIB

Raup Rp 40 Juta Usai Jadi Admin Gadungan

Minggu, 21 April 2024 | 14:30 WIB

Akun IG Diretas, Manajemen BTV Lapor Polda Kaltim

Minggu, 21 April 2024 | 13:49 WIB
X