Bertahun-tahun masyarakat Desa Sungkung hidup terisolasi, tetapi bukan berarti mereka hidup dalam kegelapan. Masyarakat Sungkung berinisiatif membangun pembangkit listrik secara swadaya dengan memanfaatkan aliran sungai. Apalagi kalau bukan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Arief Nugroho , Sungkung
PAGI itu saya berkesempatan mengunjungi lokasi PLTMH di Dusun Batu Ampar, Desa Sungkung III, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang. Tepatnya di Riam Alee yang jaraknya sekitar 3,5 kilometer dari pemukiman penduduk. Jalan menuju ke lokasi tak kalah sulit dengan jalan yang sehari-hari mereka gunakan. Melewati perbukitan dan ladang.
Sesekali saya pun harus turun dari motor dan berjalan kaki, karena jalur yang kami lewati berlumpur dan melalui jembatan bambu. Setelah hampir 40 menit berjalan, kami pun tiba di lokasi PLTMH itu. Seorang operator lalu membuka kunci dan mempraktikkan cara pengoperasian mesin penggerak turbin.
“Setiap hari, pagi dan sore, beginilah pekerjaan kami. Membuka turbin agar listrik di kampung menyala,” katanya. Setelah turbin dibuka maka lampu indikator di boks akan menyala. Lampu di rumah warga pun menyala.
Menurut dia, PLTMH Dusun Batu Ampar dibangun sejak tahun 2020 memanfaatkan bantuan dana desa. Pembangkit ini menggunakan mesin berkapasitas 380 volt. PLTMH adalah pembangkit listrik berskala kecil yang memanfaatkan tenaga (aliran) air sebagai sumber penghasil energi. PLTMH dipilih karena konstruksinya sederhana, gampang dioperasikan, serta mudah dalam perawatan dan penyediaan suku cadang.
PLTMH pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air di saluran irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.
Sejak ada PLTMH, Dusun Batu Ampar tak lagi khawatir kegelapan jika malam menyapa. “Di sini listrik menyala 12 jam, dari pukul lima sore hingga pukul lima pagi,” kata dia.
Menurutnya, sebelum ada PLTMH, warga Dusun Batu Ampar menggunakan PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) atau panel surya. Bahkan ada juga yang menggunakan generator atau pelita.
“Masyarakat dipungut biaya Rp5 ribu per bulan setiap satu bohlam yang digunakan. Jadi, hitungannya kalau dalam satu rumah ada lima lampu, maka ia akan membayar uang iuran sebesar Rp25 ribu per bulan,” bebernya.
Selain Dusun Batu Ampar, hampir semua dusun lain di Desa Sungkung juga telah dialiri listrik. Dusun Medeng, Desa Sungkung II misalnya. PLTMH di dusun ini dibagun pada tahun 2010, menggunakan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) dengan anggaran sekitar Rp 350 juta.
“Selebihnya swadaya masyarakat,” kata Agus, tokoh masyarakat Dusun Medeng, Desa Sungkung II. PLTMH di Dusun Medeng memiliki kapasitas 40 kvh dan mampu menerangi 140 rumah. “Sebelum ada PLTMH, masyarakat di sini mengunakan pelita minyak tanah dan beberapa rumah menggunakan genset. Itu pun hanya bisa hidup pada hari raya Paskah dan Natal,” jelasnya.
Dengan adanya pembangkit listrik tersebut, kini aktivitas rumah tangga menjadi lebih mudah. Warga tak perlu lagi mencari kayu di hutan setiap hari untuk kebutuhan memasak. Mereka tinggal mencolokkan kabel yang terhubung ke rice cooker atau penanak nasi listrik.
Selain terang, warga pun kini sudah menikmati fasilitas jaringan internet. Berkat listrik yang mampu memasok kebutuhan energi pada tower telekomunikasi.meskipun masih lelet.