Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika mendengar kata Sungkung? Sungkung adalah sebuah nama daerah terpencil di perbatasan Indonesia-Malaysia. Tepatnya di Kecamatan Siding, Bengkayang. Bertahun-tahun masyarakat di sana hidup dalam keterisoliran. Tidak ada jalan apalagi sinyal.
Arief Nugroho, Sungkung
Suara mesin motor yang saya kendarai meraung saat melewati tanjakan berlumpur di Dusun Senutul, Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kamis (23/6).
Hari itu, saya dan seorang teman, Viktor Fidelis Sentosa akan mengujungi Desa Sungkung melalui jalur Entikong.
Sebenarnya, ada tiga rute atau akses jalan yang bisa dilalui untuk menuju desa itu, yakni melalui Kecamatan Jagoibabang di Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak atau melalui desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong di Kabupaten Sanggau.
Rute terakhir yang kemudian menjadi pilihan kami. Mengingat, warga Sungkung banyak menggunakan akses jalan itu, untuk menjual hasil bumi atau berbelanja memenuhi kebutuhan keseharian mereka.
Selain jalur darat, bisa juga menggunakan trasnportasi air, dengan menyusuri Sungai Sekayam. Tentunya harus menyewa perahu motor dengan biaya antara Rp3 juta hingga Rp3,5 juta sekali jalan.
Matahari berada tepat di atas kepala saat kami tiba di Desa Suruh Tembawang. Rencana awal saya memang akan mengendarai motor trail yang sebelumnya sudah saya persiapkan. Sedangkan Viktor, akan menyewa ojek, karena barang yang kami bawa cukup banyak dan berat. Terutama kamera dan perlengkapan lainnya.
Di Suruh Tembawang, kami bertemu dengan pak Gak, warga lokal yang kemudian bersedia mengantar kami dan meminjamkan satu unit motor lagi untuk mengangkut barang bawaan. Sehingga total ada tiga kendaraan.
Tidak mau berlama-lama, kami pun bergegas memindahkan barang ke motor tersebut. Sementara saya tetap pada pendirian, untuk mengendarai motor sendiri.
“Kita berangkat. Takutnya sore nanti hujan turun,” kata pak Gak mengajak kami bergegas.
Maklum, cuaca di Kalimantan Barat sering berubah-ubah.
Setelah berberes, kami pun berangkat. Beberapa menit meninggalkan tempat itu, kami harus dihadapkan dengan jalan tanjakan yang cukup tinggi dengan kemiringan 50 drajat. Parahnya, jalan itu beralur menyerupai parit.
Kacau, jalan yang kami lalui di luar ekspektasi saya. Selama ini saya mengira, jika jalan menuju Sungkung memang rusak. Tapi nyatanya lebih dari yang saya bayangkan.