Bakal Ada Perpanjangan Cuti Hamil dan Bersalin, Apindo Kalbar Khawatir Porsi Pekerja Perempuan Berkurang

- Selasa, 28 Juni 2022 | 11:39 WIB

DPR RI tengah menyusun Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang pasal-pasalnya masih menimbulkan tandanya di kalangan dunia usaha. Misalnya RUU ini mengatur perpanjangan cuti baik untuk istri dan hak cuti suami yang menemani istri bersalin. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Barat Andreas Acui Simanjaya menyebut, bila RUU KIA disahkan, malah bisa membuat porsi kaum perempuan di dunia kerja menjadi semakin kecil.

“Menurut saya jika RUU KIA ini di Sah kan saat ini, maka hal yang paling mungkin adalah berkurangnya rekrutmen untuk karyawan wanita. Dan juga mungkin pada lelaki yang menikah, sebab bagaimana juga perusahaan akan melakukan penyesuaian diri tanpa melanggar peraturan perundangan yang berlaku,” jelas dia kepada Pontianak Post, Kamis (23/6).

Dia menilai, DPR terlalu berpatokan pada negara-negara yang menjadi cermin RUU KIa ini, seperti Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Irlandia. Empat negara tersebut, kata dia, memiliki karakteristik, postur, dan kultur ekonomi yang berbeda dengan Indonesia.

“Idealnya UU Ketenagakerjaan Indonesia menuju ke kondisi seperti ini jika pondasi ekonomi Indonesia sudah diposisi yang baik seperti 4 negara tersebut,” ucapnya .

Apalagi, bila sebagian isi RUU ini sudah termaktub dalam UU Ketenagakerjaan dan regulasi lainnya. “Sebenarnya saat ini berbagai fasilitas untuk mendukung kesejahteraan ibu dan anak sudah banyak disediakan oleh perusahaan. Bahkan sudah menjadi bagian dari fasilitas umum seperti ruang menyusui misalnya, antrean yang mengutamakan lansia dan wanita hamil, ruang bermain anak dan tempat duduk untuk wanita hamil dalam kendaraan umum,” beber dia.

Sementara untuk jaminan sosial, Indonesia memiliki BPJS dan juga ada KIS (Kartu Indonesia Sehat). Sejatinya jaminan sosial ini lah yang seharusnya dikembangkan untuk mengambil alih sebagian beban perusahaan. Semisal sistem penggajian saat cuti hamil dan cuti pasca melahirkan, dan cuti untuk suami yang mendampingi istri melahirkan. 

“Pemerintah seharusnya mengambil bagian menanggung sebagian dari kewajiban yang dibebankan pada perusahaan, sebab melahirkan bukan merupakan kasus rutin dan tidak dapat diperkirakan dengan tepat dalam rencana belanja perusahaan,” kata dia.

Sementara mengenai aturan tidak boleh menghentikan pekerja yang melahirkan dan hal lainnya itu itu pun telah diatur dalam regulasi yang ada. “Cuti merupakan jaminan dan hak Asasi manusia yang perusahaan harus penuhi. Tentunya juga menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah terhadap jumlah anak yang ditanggung pemerintah dalam proses perhitungan penggajian,” pungkas dia. (ars)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Polres Landak Fokus Pencegahan Aktivitas PETI

Rabu, 24 April 2024 | 11:30 WIB

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X