Solar Subsidi Dijual ke Industri, Polisi Ringkus 24 Tersangka

- Jumat, 3 Juni 2022 | 10:07 WIB
KASUS BBM: Petugas kepolisian saat menunjukan barang bukti kasus penyimpangan BBM subsidi dari sejumlah tersangka yang berhasil diamankan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar. (ARIEF NUGROHO/PONTIANAK POST)
KASUS BBM: Petugas kepolisian saat menunjukan barang bukti kasus penyimpangan BBM subsidi dari sejumlah tersangka yang berhasil diamankan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar. (ARIEF NUGROHO/PONTIANAK POST)

 Direktorat Kriminal Khusus Polda Kalbar meringkus komplotan penampung dan penjual bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi ke industri menggunakan tangki siluman. Akibat penyelewengan ini, kerugian negara mencapai Rp9,8 miliar.

Kepala Subdit 4, Direktorat Reserse Kiriminal Khusus, Polda Kalbar Kompol Yasir Ahmadi mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari adanya kelangkaan solar subsidi yang ditengarai imbas dari disparitas harga antara solar subsidi dengan solar non subsidi. Di mana harga BBM khususnya dexilite yang semula dibandrol Rp9.700 per liter menjadi Rp12.400 per liter pada Februari 2022 dan kembali naik menjadi Rp13.250 per liter pada Maret 2022. 

Kenaikan harga ini disebut-sebut menjadi penyebab kelangkaan solar industri dan beralih membeli solar subsidi yang harganya dibandrol Rp5.150 per liter. “Dari situ kami melakukan penyelidikan dan menemukan adanya penyelewengan BBM bersubsidi dengan modus membeli BBM subsidi di sejumlah SPBU dengan menggunakan tangki siluman atau baby tank dan dijual ke Industri dengan harga di atas HET,” kata Yasir Ahmadi dalam keterangan pers, Rabu (1/6) pagi.

Menurut dia, pengungkapan yang dilakukan sepanjang Januari hingga Mei 2022 itu, pihaknya berhasil meringkus 24 orang tersangka dan sejumlah barang bukti, di antaranya BBM solar subsidi sebanyak 54,180 ton, satu unit kapal, lima unit dump truk, 20 jenis kendaraan lain yang digunakan sebagai sarana pengangkut dan barang-barang lain seperti mesin pompa, jerigen, drum.

“Untuk tersangka, mereka memiliki peran masing-masing. Ada yang sebagai pengelola SPBU, penampung dan peran lainnya,” kata Yasir.

Menurut Yasir, BBM subsidi ini dijual ke beberapa industri atau perusahaan. Termasuk di antaranya untuk memasok aktivitas pertambangan emas illegal (PETI). Dari aktivitas penyimpang tersebut, lanjut Yasir, negara mengalami kerugian mencapai Rp 9,8 miliar atau hampir Rp10 miliar.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal  55 Undang Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dalam pasal 55 Undang Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Sementara itu, Udin, satu dari sejumlah tersangka mengaku, dirinya sudah enam bulan menjalankan bisnis illegal tersebut. BBM subsidi yang ia beli dari sejumlah SPBU, dijual kembali ke truk-truk pengakut sawit dengan harga di atas HET (harga eceran tertinggi).

Untuk satu drum berisi 200 liter, ia jual dengan harga Rp.18 juta. “Saya beli Rp1,6 juta per drum dan dijual kembali Rp 18,6 juta per 1 drum berisi 200 liter,” kata dia.

Udin mengaku, dalam sekali kirim, ia bisa membawa 20 hingga 30 drum. Tergantung jumlah solar yang ia kumpulkan. “Tergantung yang didapat, kalau dapat 20 drum ya kirim 20 drum. Kalau dapat 30 ya kirim 30,” kata dia. Namun, kini Udin dan rekan-rekannya tidak bisa lagi menjalankan bisnis ilegalnya itu karena harus meringkuk di jeruji besi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. (arf)

 

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Polres Landak Fokus Pencegahan Aktivitas PETI

Rabu, 24 April 2024 | 11:30 WIB

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X