Pendangkalan Sungai Kapuas Bukti Nyata Perubahan Iklim di Kalbar

- Kamis, 28 April 2022 | 00:04 WIB
Jembatan Kapuas yang membelah sungai Kapuas, Pontianak, Kalbar.
Jembatan Kapuas yang membelah sungai Kapuas, Pontianak, Kalbar.

Pendangkalan di aliran Sungai Kapuas menjadi indikasi rusaknya lingkungan di Kalimantan Barat. Alih fungsi lahan mengurangi secara signifikan daerah resapan limpasan air hujan.

Hal itu diungkapkan Guru Besar Teknik Sipil Universitas Tanjungpura, Prof Henny Herawati, pada webinar “Dampak Perubahan Iklim di Kalbar, Upaya Mitigas dan Penguatan Literasi”, Jumat (22/4/2022) lalu. Menurut Henny, tanda-tanda perubahan iklim di Kalimantan Barat dapat dilihat melalui perubahan aliran sungai. Pada penelitian yang dilakukan di Sanggau, tahun 2015 ditemukan bahwa terjadi perubahan signifikan pada daerah aliran Sungai Kapuas. 

Debit air Sungai Kapuas saat penelitian pada Maret 2015 terlihat masih tinggi. Kondisinya berubah drastis sekitar November yang menunjukkan pendangkalan sungai akibat kekeringan.

“Salah satu tanda perubahan iklim ditandai dengan perubahan aliran sungai. September 2015 kita bisa jalan kaki (di Sungai Kapuas). Bahkan bisa dibuat masyarakat setempat sebagai lomba motor dan rekreasi,” kata Prof Henny. Hal itu menunjukkan perubahan besar pada kondisi hutan di aliran Sungai Kapuas. Jumlah vegetasi berkurang sehingga limpasan air hujan langsung terbuang ke sungai.

Hal itu ditandai dengan debit air yang tinggi di hulu Sungai Kapuas dan berkurang drastis di daerah hilir. “Kondisi debit air ini tidak bisa kita pungkiri terjadi deforestasi. Yang menyebabkan limpasan air menjadi tidak terkendali. Akibatnya terjadi perubahan di daerah aliran Sungai Kapuas,” ujar Henny.

Direktur Yayasan Natural Kapital Indonesia, Haryono mengatakan tanda perubahan iklim yang paling terlihat di Pontianak adalah terjadinya banjir rob.

“Banyak pihak tidak percaya perubahan iklim karena jangkauannya melewati jangkauan umur kita. Jadi merasa hal itu fenomena alam yang memang sudah seharusnya terjadi,” kata Haryono. Padahal kata Haryono, anomali suhu di Indonesia sudah terjadi sejak penelitian terakhir tahun 1981. Hampir seluruh wilayah di Indonesia mengalami kenaikan suhu.

“Perubahan iklim itu 90 persen penyebabnya karena aktivitas manusia. Anomali suhu 1981 sampai 2021. Hampir rata semuanya sudah naik suhu dibanding 1981. Perubahan iklim sudah terjadi,” ujar Haryono.

Sayang kata Haryono, bencana akibat perubahan iklim hanya direspon melalui penanganan bencana. Belum ada langkah konkret pemerintah untuk melakukan mitigasi bencana terkait perubahan iklim. (mse/r)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Polres Landak Fokus Pencegahan Aktivitas PETI

Rabu, 24 April 2024 | 11:30 WIB

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X