Menjelang Ramadan dan Idulfitri, Wali Kota (Wako) Pontianak Edi Rusdi Kamtono memastikan tingkat inflasi di Kota Pontianak masih dalam angka yang seimbang. Kepastikan tersebut disampaikan Wako, usai kegiatan High Level Meeting (HLM) Pengendalian Inflasi di Aula Abdul Muis Muin Kantor Bappeda Kota Pontianak, Kamis (31/3) lalu.
Dia menyebut, beberapa upaya telah dilakukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Pontianak guna mengendalikan inflasi, seperti peninjauan stok pangan di gudang dan agen serta pengawasan secara ketat harga bahan pokok di pasar. “Harga pangan relatif stabil pada seluruh kebutuhan pokok. Komoditas utama juga tersedia, khususnya untuk 3 bulan ke depan. Hanya saja untuk minyak goreng, kita masih menunggu kiriman distribusi produsen besar,” ujarnya.
Edi memperkirakan, menjelang Ramadan akan terjadi peningkatan kebutuhan, baik itu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Hal ini dinilainya sebagai budaya masyarakat Kota Pontianak saat bulan puasa dan lebaran. Kondisi tersebut, menurut dia, ditambah lagi dengan mobilitas yang kian tinggi serta warga wilayah sekitar seperti Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Kubu Raya yang tak jarang memilih untuk belanja di Kota Pontianak.
“Kunci untuk mengendalikan inflasi itu adalah menjaga ketersediaan bahan pokok,” sebutnya. Meski demikian, dia menyebut ada faktor lain yang menjadi penyebab terkendalanya ketersediaan pangan. Dimisalkan dia seperti kondisi cuaca di lautan yang mengakibatkan armada kapal pengangkut bahan kebutuhan pokok terlambat. “Sehingga distribusi produksi menjadi terganggu,” sebutnya.
Kumpulan informasi yang akurat dari stakeholder terkait, akan menjadi rujukan pihaknya untuk membuat program dan kebijakan tentang harga bahan pokok dan ketersediaan pangan. Dia juga turut mengajak masyarakat untuk memantau harga pangan di Kota Pontianak menggunakan aplikasi Jepin (Jendela Pontianak Integrasi).
Sementara, Dimas P. Wardana, perwakilan BI Kalbar menjelaskan, tercatat kenaikan pada beberapa komoditas seperti cabai merah, daging ayam dan minyak goreng jika lihat dari data week to week (setiap pekan). Selain itu, komoditas gula pasir, diakui dia, juga sedang meningkat. Penyebabnya diperkirakan dia karena stok, yaitu tebu, yang menipis dari pulau Jawa.
“Apalagi di Kalimantan, masih banyak memasok dari pulau Jawa dan Sumatera. Mungkin bisa jadi perhatian, dengan mencari alternatif lainnya,” terangnya.
Seperti yang disebut Wako, Dimas menganggap perlunya menjaga ketersediaan dengan menggunakan alternatif lain. Karena, menurut dia, sudah menjadi isu penting terkait lambannya distribusi produksi.
“Misalkan substitusi barang dengan gula semut, gula kelapa, atau dicari dari berbagai daerah. Diversifikasi risiko, jadi jika distribusi pasokan ini terganggu, kita punya pasokan lain,” pungkasnya. (mse/r)