Harga Kratom Anjlok, Pengusaha Bilang Perlu Perda

- Rabu, 8 Desember 2021 | 13:15 WIB
Petani kratom di Kalbar
Petani kratom di Kalbar

Pandemi Covid-19 secara tak langsung berpengaruh terhadap bisnis kratom atau daun purik. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalimantan Barat Rudyzar Zaidar Mochtar mengatakan, saat ini harga pasaran internasional kratom tiap kilogram dalam bentuk tepung tinggal empat dolar Amerika Serikat saja. Angka ini hanya sepersepuluh dari harga beberapa bulan lalu.

“Dulu untuk powder satu kilogramnya bisa 40 dolar per kg. Di tingkat petani harga daun basah tinggal Rp4.000 dan daun kering remahan sekitar Rp20.000-30.000, tergantung kualitas,” ujarnya kepada Pontianak Post, Senin (157). 

Menurut dia, wabah Covid-19 telah menciptakan banyak pemain baru di bidang usaha kratom. Libur sekolah dan kuliah serta maraknya kegiatan yang dilakukan dari rumah telah memicu budidaya kratom di banyak tempat di provinsi ini. Sebelumnya sentra kratom didominasi oleh Kabupaten Kapuas Hulu.

Dari Kapuas Hulu saja, dalam sebulan ada sekira 40 ton kratom, dimana satu kontainer mampu menampung 27 ton daun remahan.  Namun kini tumbuhan liar ini banyak pula ditanam di daerah lain. Kelebihan suplai ini tidak sebanding dengan permintaan. Kendati permintaan mengalami kenaikan juga, namun produksi tumbuh jauh lebih besar. “Akibatnya terjadi over-supply. Memang permintaan kratom meningkat, terutama dari negara bagian Florida, Amerika Serikat. Tetapi sekarang orang-orang banyak yang menanam. Bahkan informasinya tidak hanya negara Asia Tenggara saja yang mengekspor. Sekarang di Amerika Selatan yang sama-sama tropis sudah mulai mengembangkan,” kata dia.

Selain itu, kata dia, saat ini ekspor kratom sebagian dijalankan via Jakarta. Beberapa penampung di sana memborong kratom Kalbar. Akibatnya, pemerintah daerah tidak mendapatkan pajak ekspor dari pengiriman tumbuhan yang menjadi obat herbal tersebut. Rudyzar berharap ada aturan yang mengatur hal ini. “Ini untuk melindungi petani dan pelaku usaha lokal di bidang kratom ini,” ucap dia.

Menurutnya, perlu Perda yang mengatur tata niaga kratom. Semua ekspor komoditas ini harus melalui Pelabuhan Pontianak. Namun Perda ini jangan sampai menimbulkan praktik monopoli atau oligopoli ekspor. Kendati dia setuju harus ada syarat minimum bagi eksportir yang bisa melakukan ekspor. “Misalnya minimal harus ada gudang seluas 3.000 meter per segi. Supaya tertib dan teratur. Selain itu daerah juga harus mendapatkan PAD, karena ini adalah salah satu produk unggulan warga Kalbar,” sebutnya.

Dia tidak menampik bahwa kratom yang baru booming beberapa tahun terakhir tengah mengalami keseimbangan pasar. Dulu, kata dia, hanya segelintir orang yang tahu komoditas dari tanaman keras di hutan Kalimantan ini memiliki nilai jual. Namun sekarang para petani dan pedagang kratom lokal kian banyak. Apalagi saat ini kratom sudah boleh diperjualbelikan legal.

Ditambah lagi, banyak orang yang menjual produk dengan kualitas di bawah kualitas standar. “Kratom ini perlu perlakuan khusus untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Harusnya berpikir jangka panjang. Prinsip entrepreneurship tangguh ini yang seharusnya kita miliki,” pungkasnya. (ars) 

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X