UTAMA | PONTIANAK | KRIMINAL | DAERAH

PONTIANAK

Jumat, 08 Oktober 2021 12:42
Kisah Inspiratif, Kompol Jovan Memanusiakan Manusia, Jatuh Hati Pada Para Penyandang Disabilitas
PEDULI: Kompol Jovan R Sumual, ketika menyambangi warga penyandang disabilitas di beberapa daerah di Kabupaten Sambas. (DOKUMENTASI RELAWAN)

Dianggap aib, dikucilkan, dipandang sebelah mata dan kadang disembunyikan keberadaannya. Itulah yang dialami sebagian penyandang disabilitas. Keterbatasan diri itu membuat mereka hidup terasing. Komisaris Polisi (Kompol) Jovan Reagen Sumual, hadir mengulurkan tangan, memberi dekapan hangat. Ia mencoba memanusiakan manusia.

ADONG EKO, PONTIANAK

PERKENALAN Jovan dengan warga penyandang disabilitas itu bermula ketika ia menjabat sebagai Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) Polresta Pontianak. Tepatnya pada 2013 silam. Sesuai dengan tugas dan kewenangannya, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pelaksanaan pemeriksaan kelengkapan surat-surat kendaraan. 

Pada bulan di 2013 yang sudah tak diingatnya, Jovan bersama anggotanya sedang melaksanakan pemeriksaan surat kendaraan, bagi pengendara motor dan mobil yang melintas di depan Pontianak Convention Center (PCC), Jalan Sultan Abdurrahman, Kecamatan Pontianak Kota.

Satu demi satu pengendara yang melintas diberhentikan. Diperiksa surat-surat kendaraannya. Diperiksa pula kelengkapan kendaraannya. Tetapi kala itu, Jovan melihat beberapa pengendara motor berhenti di pinggiran jalan, enggan melintasi proses pemeriksaan yang sedang berlangsung. Pengendara yang berhenti itu seperti menunggu pemeriksaan selesai.

“Saya mendatangi pengendara motor yang berhenti. Ternyata mereka adalah penyandang disabilitas. Menggunakan motor roda tiga yang sudah dimodifikasi,” cerita Jovan, Selasa (28/9), mengingat pertemuan pertamanya dengan warga penyandang disabilitas kala itu.

Kepada penyandang disabilitas, Jovan bertanya apa yang membuat mereka tidak mau melanjutkan perjalanan? Beberapa penyandang disabilitas itu lalu menyatakan mereka bukannya tidak mau meneruskan perjalanan. Mereka sengaja memilih berhenti, karena merasa sungkan dengan polisi, lantaran berkendara tanpa mengantongi surat izin mengemudi (SIM).

“Mereka bilang, kalau melintas pasti tidak diperiksa. Dibiarkan lewat. Tapi tidak enak. Ini kan sikap yang luar biasa,” kata Jovan, sembari menyesap kopi yang ada di meja warung kopi tempat di mana saya bertemu dengannya. Setelah kegiatan pemeriksaan surat kendaraan selesai, Jovan pun pergi meninggalkan lokasi. Ia bergerak menuju kembali ke Mapolresta Pontianak, Jalan Johar, Kelurahan Sungai Bangkong.

Dalam perjalanan itu, ia ingat jika kebutuhan warga penyandang disabilitas terhadap SIM sebenarnya diakomodir di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. SIM D diperuntukkan bagi penyandang disabilitas.

“Saya kemudian mencari tahu tempat perkumpulan kawan-kawan penyandang disabilitas. Ketika dapat tempatnya, saya datang menemui mereka. Saya tanyakan kendala ketika berkendara. Semua menyatakan kendalanya tidak memiliki SIM,” tutur Jovan mengisahkan.

Berbekal rasa keprihatinan kepada penyandang disabilitas yang berkendara tanpa SIM serta berbekal Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jovan lalu menghadap Kapolresta Pontianak, AKBP Hariyanta. Kepada pimpinannya, ia sampaikan hasil pertemuannya dengan warga penyandang disabilitas.

“Kepada Kapolresta saat itu, saya sampaikan masalah penyandang disabilitas. Saya sampaikan pula sudah menemui mereka. Penyandang disabilitas membutuhkan SIM D. Kapolresta merestui agar pembuatan SIM difasilitasi,” cerita Kasubdit Paminal Polda Kalbar itu.

Izin sudah didapat, Jovan pun mulai menunaikan keinginannya untuk membantu warga penyandang disabilitas mendapatkan SIM. Ia datangi kembali tempat penyandang disabilitas berkumpul. Di sana ia sampaikan jika mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Namun tetap harus mengikuti tahapan pembuatan, mulai dari mengikuti ujian materi sampai dengan praktik berkendara di lapangan.

Kabar itu membuat penyandang disabilitas bahagia. Keinginan mereka akan segera terwujud. Tak perlu was-was dan takut, ketika bertemu dengan polisi saat berkendara di jalan raya.

Para penyandang disabilitas itu kemudian dibagi ke beberapa kelompok untuk mengikuti proses pembuatan SIM D. Ujian berlangsung setiap satu minggu sekali pada Sabtu. Satu kelompok berisikan sepuluh orang. Mereka harus mengikuti ujian materi di komputer dan praktik kendaraan di lapangan Polresta Pontianak. Praktik lapangan yang telah disesuaikan dengan kendaraan milik penyandang disabilitas.

“Kurang lebih 100 orang warga penyandang disabilitas pengendara motor roda tiga, yang dapat difasilitasi mengikuti ujian SIM D,” ungkap Jovan.

Hanya saja tidak semua warga penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan itu. Dalam pelaksanaan ujian pembuatan SIM, Jovan menemukan kendala. Penyandang tunarungu adalah kelompok yang kesulitan mengikuti ujian. Pendengaran menjadi masalah sehingga mereka membutuhkan alat bantu.

Alat bantu tidak dapat dipasang begitu saja. Untuk menggunakan alat bantu pendengaran, penyandang disabilitas tunarungu, harus menjalani pemeriksaan kadar pendengarannya oleh dokter spesialis. Masalah pun muncul kembali. Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk pemeriksaan itu.

“Untuk satu orang pemeriksaan kadar pendengaran, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp250 ribu,” ungkap Jovan.

Pemeriksaan kadar pendengaran itu penting dilakukan agar alat pendengaran yang nantinya digunakan, dapat secara maksimal mendukung volume suara yang masuk ke telinga. Masing-masing tunarungu punya kadar yang berbeda.  Kendala itu, akhirnya membuat Jovan dengan berat hati tidak dapat menfasilitas penyandang tunarungu mengikuti ujian pembuatan SIM D.

“Kawan-kawan penyandang tunarungu ini butuh mendengarkan suara klakson saat berkendara,” ucap Jovan.

Setelah tidak lagi menjabat Kasat Lantas Polresta Pontianak, hubungan Jovan dengan warga penyandang disabilitas di Kota Pontianak tetap berjalan. Bersama pengurus PPDI (Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia), ia kerap mendengar keluh kesah penyandang disabilitas atas ketidakmampuan mereka memiliki alat bantu berjalan. Karena harganya yang terbilang mahal.

Permasalahan itu kembali menyentuh hati Jovan. Ia kembali terpanggil untuk mencari solusi. Dengan jaringan pertemanan yang luas, ia mengumpulkan orang-orang yang peduli sesama. Program penyediaan alat bantu gratis, seperti tongkat dan kursi roda bagi penyandang disabilitas yang produktif pun dibuat.

Jovan punya alasan kuat, mengapa pemberian alat bantu itu hanya kepada penyandang disabilitas yang produktif?  Menurut Jovan, pemberian alat bantu bagi penyandang disabilitas produktif tentu akan sangat membantu dan menunjang keterampilannya.

“Seperti yang bisa servis telepon genggam, tentu alat bantu ini sangat dibutuhkan untuk menunjang pekerjaannya,” ucap Jovan.

Program pemberian alat bantu tersebut berhasil. Tidak hanya di Kota Pontianak, tetapi alat bantu berhasil didistribusikan ke penyandang disabilitas di beberapa daerah, seperti Singkawang, Sambas, Bengkayang dan Mempawah. Total alat bantu yang tersalurkan kurang lebih sebanyak 250 unit.

Selain pakai uang pribadi. alat bantu ini dibeli dengan uang yang disumbangkan kawan-kawan.  Jovan dan teman-temannya  yakin jika di balik rezeki yang didapat, ada bagian saudara-saudara penyandang disabilitas.

Jovan semakin terpanggil untuk terus membantu warga penyandang disabilitas. Hatinya tak ingin membiarkan saudara-saudarannya hidup dalam kesendirian. Tahun 2018, ketika mendapat amanah menjabat Wakil Kepala Polres (Wakapolres) Sambas. Jovan lagi-lagi membawa kegiatan sosialnya ini di tempatnya bekerja.

Menjalin hubungan dengan beberapa pengurus PPDI Sambas, mereka mengumpulkan informasi mengenai masalah yang dihadapi warga penyandang disabilitas di daerah itu. Mulai dari kebutuhan alat bantu, tidak terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), hingga tak memiliki KTP.

“Ini kan masalah yang harusnya segera dicarikan solusi. Kalau penyandang disabilitas tidak memiliki KTP, otomatis program-program yang telah dibuat pemerintah patut diduga tidak dirasakan mereka,” kata Jovan.

Bersama pengurus PPDI dan dibantu anggota Polres Sambas, Jovan memulai kegiatan. Diawali dengan pendataan jumlah penyandang di setiap desa hingga pemetaan kebutuhan alat bantu penyandang disabilitas produktif. Tak jarang mereka mendampingi warga penyandang disabilitas mengurus pembuatan KTP dan lainnya.

Tapi di balik kegiatan itu, selama berada di Sambas, Jovan bertemu dengan beberapa anak-anak penyandang disabilitas, yang membuat hatinya benar-benar terpanggil. Meski dengan keterbatasan fisik, tidak memiliki tangan dan kaki sempurna, anak-anak itu tetap berjuang mengikuti pendidikan.

Jovan bertemu dengan Asrul Anbiya. Siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri 13 Pemangkat. Dengan mata kepalanya, ia melihat jika bocah laki-laki berusia sembilan tahun itu, begitu semangat mengikuti pelajaran di kelas. Dengan keterbatasannya, Asrul harus menulis dengan kaki.

Tak tahan ingin mendengar suara Asrul, Jovan masuk ke dalam kelas untuk melihat lebih dekat anak itu. Ia melihat bagaimana Asrul merangkai tulisan indah dengan kakinya. Ketika mendengar Asrul menyampaikan keinginan menjadi polisi, ia sontak langsung mencium wajah dan kepala bocah itu.

“Untuk Asrul kami bantu kursi roda, agar mudah pergi ke sekolah,” tutur Jovan. Tak hanya bertemu dengan Asrul Anbiya, Jovan juga bertemu dengan warga penyandang disabilitas lainnya di Sambas, Ialah Hafizi. Anak laki-laki itu diketahui sudah 15 tahun tidak pernah keluar dari rumah. Oleh orangtuanya, ia ditempatkan di teras rumah belakang dekat dapur.

Saat bertandang ke kediamannya, Hafizi pun langsung dinaikkan ke atas kursi roda. Ketika ditanya mau kemana dan ingin apa, anak laki-laki itu hanya meminta dibawa keluar rumah, lantaran ingin melihat matahari.

Mendengar permintaan itu, Hafizi langsung dibawa keluar rumah untuk melihat yang diinginkannya. Dari kedua pelupuk matanya, tampak ia begitu bahagia dan menikmati panasnya sinar mentari siang itu.

“Pengalaman pertemuan dengan anak-anak penyandang disabilitas di Sambas ini tak akan mungkin terlupakan,” ungkap pria berkumis dan berjanggut itu.

Kerja-kerja sosial yang diperuntukkan bagi warga penyandang disabilitas benar-benar telah merasuk ke dalam hati Jovan. Di mana pun ia bertugas, kegiatan sosial itu selalu dibawanya, seolah melekat tak dapat dilepaskan dari kehidupannya.

Ketika bertugas di Polres Singkawang, misalnya, ia bekerja sama dengan pengurus PPDI setempat untuk menyalurkan alat bantu. Begitu pula ketika menjabat sebagai Wakapolres Mempawah. Bersama PPDI, komunitas motor, kegiatan sosial itu terus dilakukannya. (bersambung)

loading...

BACA JUGA

Minggu, 06 September 2015 11:14

Pegawai Bank Kalbar Diduga Gelapkan Uang Nasabah Rp1,6 M

<p style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;" dir="ltr"><span…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers