GILA AJA..!! PNBP Naik 400 Persen Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Protes

- Kamis, 23 September 2021 | 14:38 WIB
TAK MAMPU BAYAR PNBP: Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalimantan Barat menyatakan tak mampu membayar PNBP dikarenakan mengalami kenaikan hingga 400 persen. SHANDO SAFELA/PONTIANAK POST
TAK MAMPU BAYAR PNBP: Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalimantan Barat menyatakan tak mampu membayar PNBP dikarenakan mengalami kenaikan hingga 400 persen. SHANDO SAFELA/PONTIANAK POST

Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalimantan Barat (Kalbar) menyampaikan penolakan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2021 tentang jenis tarif atas jasa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Adanya regulasi yang mulai berlaku sejak 20 September 2021 itu membuat kenaikan PNBP sampai 400 persen.

Perwakilan Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalbar Cin Cung (Atong) mengungkapkan, sebelumnya tarif PNBP diatur dalam PP Nomor 75 Tahun 2015. Dengan terbitnya beleid yang baru maka PP Nomor 75 yang sebelumnya menjadi acuan, tidak lagi berlaku. “Jadi Penolakan kami yakni kenaikan tarif PNBP yang dikenakan terhadap kapal perikanan tangkap mencapai 150 hingga 400 persen,” ungkapnya kepada awak media, Rabu (22/9).

Selain itu PP tersebut juga mengatur Harga Patokan Ikan (HPI). Dalam aturan baru yang ditetapkan oleh pemerintah pusat itu menurutnya HPI tidak sesuai dengan harga ikan di lapangan atau aerah, khususnya Kalbar. “Pernyataan sikap kami meminta pemerintah pusat untuk mengkaji ulang PP 85 tahun 2021. Pemilik kapal tidak mampu memperpanjang izin kapal dikarenakan kenaikan tarif PNBP mencapai 150 sampai 400 persen,” katanya diberitakan pontianakpost.co.id.

Apabila pemerintah tetap melaksanakan dan memaksakan untuk memberlakukan PP tersebut, maka para pemilik kapal lanjut dia akan menghentikan operasional kapal penangkap ikan. Hal itu tentu akan berdampak pada pengangguran massal bagi para pekerja di sektor perikanan tangkap.

Dasar penolakan PP tersebut dijelaskan dia, karena pada saat ini negara masih dalam situasi pandemi Covid-19. Ditambah operasional kapal selama ini juga mengalami kenaikan, di antaranya dalam hal pembelian sparepart, bahan besi dan lainnya. Sehingga meski masih menerapkan tarif PNBP yang lama, para pemilik kapal terkadang masih mengalami kerugian.

“Untuk perbandingannya salah satu kapal kami yang barusan mengajukan perpanjangan izin di September. Pada tahun sebelumnya PNBP yang dikenakan pada kapal ukuran 85 GT hanya sekitar Rp70 sekian juta, dengan adanya penerapan tarif baru menjadi Rp165 juta,” keluhnya.

Dengan tarif lama pun, penghasilan mereka dirasa belum meksimal. Karena kondisi yang ada hasil tangkapan ikan dalam beberapa tahun terakhir khususnya di wilayah Kalbar dan Kepulauan Riau mengalami penurunan hingga 50 persen. Itu juga yang menjadi salah satu alasan pihaknya menolak kenaikan tarif PNBP.

“Kami menolak kenaikan tarif PNBP baru ini. Kenaikan PNBP ini membuat kami pemilik kapal tidak mampu untuk melanjutkan proses perpanjangan izin, padahal izin ini harus diperpanjang setiap tahun,” ujarnya.

Atong mengatakan sebagai warga negara yang baik, pihaknya selama ini selalu taat dengan pajak. Hanya saja besaran yang harus dibayar diharapkan bisa ditinjau ulang. Sebab adanya PP 85 otomatis sangat membebani para pemilik kapal. “Harapan kami kepada pemerintah pusat kalau mau menaikkan jangan sampai mencekik kami pemilik kapal dan nelayan,” pungkasnya.

Diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Aturan tersebut kini menjadi acuan KKP dalam mengelola PNBP di bidang kelautan dan perikanan.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara, PP Nomor 85/2021 ditetapkan dan diundangkan pada 19 Agustus 2021. Dengan terbitnya beleid ini maka PP Nomor 75 Tahun 2015 yang sebelumnya menjadi acuan, tidak lagi berlaku.

PP Nomor 85 Tahun 2021 terdiri dari 23 pasal dan lampiran. PP tersebut mengatur 18 jenis PNBP pada sektor kelautan dan perikanan. Meliputi pemanfaatan sumber daya alam perikanan, pelabuhan perikanan, pengembangan penangkapan ikan, penggunaan sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi, pemeriksaan/pengujian laboratorium, pendidikan kelautan dan perikanan, pelatihan kelautan dan perikanan, analisis data kelautan dan perikanan.

Kemudian sertifikasi, hasil samping kegiatan tugas dan fungsi, tanda masuk dan karcis masuk kawasan konservasi. Lalu persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut, persetujuan penangkapan ikan yang bukan untuk tujuan komersial dalam rangka kesenangan dan wisata, perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut dan pemanfaatan jenis ikan dilindungi dan/atau dibatasi pemanfaatannya. Termasuk juga soal denda administratif, ganti kerugian dan alih teknologi kekayaan intelektual.

Dalam PP tersebut turut dijelaskan, bahwa untuk mengoptimalkan PMBP guna menunjang pembangunan nasional, PNBP pada Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu sumber penerimaan negara, perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. PP Nomor 85 Tahun 2021 merupakan implementasi dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang salah satunya mengatur perubahan formula penarikan PNBP yaitu penarikan pra produksi, penarikan pasca produksi dan sistem kontrak. Peraturan ini menjadi landasan hukum bagi KKP dalam mengimplementasikan tiga program terobosan 2021 – 2024, salah satunya Peningkatan PNBP dari Sumber Daya Alam Perikanan Tangkap untuk Peningkatan Kesejahteraan Nelayan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Polres Landak Fokus Pencegahan Aktivitas PETI

Rabu, 24 April 2024 | 11:30 WIB

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB

Pj Gubernur Kalbar Sidak Pegawai Usai Libur Lebaran

Selasa, 16 April 2024 | 09:12 WIB

Warga Ngabang Keluhkan Tarif PDAM Naik Drastis

Senin, 15 April 2024 | 14:30 WIB
X