Di Kabupaten Ini, Kawasan Hutan Mangrove Bertambah 72 Hektare

- Selasa, 27 Juli 2021 | 13:38 WIB
MANGROVE: Hamparan hutan mangrove di pesisir pantai Kabupaten Mempawah.
MANGROVE: Hamparan hutan mangrove di pesisir pantai Kabupaten Mempawah.

Tak ada yang spesial dari momentum peringatan Hari Mangrove Internasional tahun 2021 di Kabupaten Mempawah. Namun, Mempawah Mangrove Conservation (MMC) mengungkapkan luas hutan mangrove di daerah tersebut terus bertambah.

“WWF Indonesia regional Kalimantan Barat mencatat, pada tahun 2018 luas hutan mangrove di Kabupaten Mempawah mencapai 2.700,60 ha. Bertambah sekitar 72,07 ha dari tahun 2014 lalu yang luasnya hanya 2.628,53 ha,” ungkap Ketua MMC Kabupaten Mempawah, Raja Fajar Azansyah, Senin (26/7) di Mempawah.

Fajar yang juga Kepala Bidang Pariwisata, Disdikporapar Kabupaten Mempawah itu menjelaskan, bentas garis pantai di Kabupaten Mempawah sepanjang 89 kilometer. Dimulai dari Kecamatan Jongkat hingga Sungai Kunyit.

“Seluruh wilayah pesisir pantai ini mengalami dampak abrasi yang sangat serius. Penyebabnya, tidak ada kawasan hutan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung  pesisir dan penahan ombak,” tuturnya.

Menurut Fajar, abrasi yang terjadi di sepanjang kawasan pantai di Kabupaten Mempawah telah berlangsung selama puluhan tahun silam. Dibuktikan dari hasil pemetaan BNPB di tahun 2011 lalu mengungkapkan fakta seluruh pesisir di Kabupaten Mempawah terdampak abrasi.

“Saat ini, abrasi telah berbalik menjadi akresi atau tanah timbul. Ini merupakan dampak positif dari massive-nya edukasi, sosialisasi dan aksi penanaman mangrove sejak 10 tahun terakhir ini,” pendapatnya. 

Fajar menilai, kegiatan penanaman mangrove yang diikuti dengan edukasi secara terus menerus dan berkelanjutan membuahkan hasil positif. Seluruh stakeholder mulai dari Pemerintah, Kelompok Masyarakat baik itu organsisasi mahasiswa, pelajar, komunitas, bantuan pihak ketiga serta media massa senantiasa membantu mengkampanyekan gerakan #savemangrove di Kabupaten Mempawah.

“Namun ada catatan yang perlu tanggulangi pemerintah daerah maupun pusat. Yakni, kawasan pesisir yang telah akresi atau tanah timbul status lahannya menjadi milik perorangan atau corporasi,” paparnya.

“Padahal, berdasarkan ketentuan pasal 12 PP nomor 17 tentang penatagunaan tanah menyebutkan, tanah yang berasal dari tanah timbul atau reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau dan bekas sungai dikuasai oleh negara. Inilah yang menjadi permasalahan para penggiat mangrove yang melakukan penanaman dan restorasi mangrove di tingkat tapak,” timpalnya.

Fajar berharap melalui momentum peringatan Hari Mangrove Internasional tahun 2021 dapat meningkatkan semangat para penggiat mangrove dan seluruh elemen masyarakat agar semakin giat melakukan penanaman untuk melindungi pesisir pantai dari dampak abrasi.

“Hari mangrove selayaknya tidak hanya diperingati 1 tahun sekali.  Melainkan harus diperingati setiap hari. Bukan dengan cara ceremonial, melainkan selalu menanam, menjaga dan memanfaatkannya secara berkelanjutan. Sebab, mangrove memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia dan bumi,” pungkas Fajar.(wah)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Polres Landak Fokus Pencegahan Aktivitas PETI

Rabu, 24 April 2024 | 11:30 WIB

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB

Pj Gubernur Kalbar Sidak Pegawai Usai Libur Lebaran

Selasa, 16 April 2024 | 09:12 WIB

Warga Ngabang Keluhkan Tarif PDAM Naik Drastis

Senin, 15 April 2024 | 14:30 WIB
X