RS Soedarso Produksi 28 Ton Limbah Infeksius Selama Pandemi

- Sabtu, 3 Juli 2021 | 14:49 WIB
Ilustrasi pasien positif virus Korona saat menjalani perawatan. (AFP)
Ilustrasi pasien positif virus Korona saat menjalani perawatan. (AFP)

Kasus Covid-19 di Kalimantan Barat menunjukkan grafik peningkatan yang signifikan. Data terakhir, tanggal 1 Juli 2021, total kasus konfirmasi sebanyak 14.860 orang, dengan kasus aktif sebanyak 1.238 orang (8.33%).

Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 276 orang atau sekitar 1,85 persen meninggal dunia.  Peningkatan kasus konfirmasi Covid-19 ini tentu berbanding lurus dengan jumlah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang dihasilkan, baik itu limbah B3 yang berasal dari  rumah tangga maupun fasilitas pelayanan kesehatan  atau rumah sakit. Lantas, berapa jumlah dan bagaimana penanganan limbah B3 medis tersebut?

Limbah B3 Medis pada masa darurat penanganan Covid-19 di RSUD dr Soedarso misalnya. Rumah sakit yang menjadi rujukan pasien Covid-19 itu  menghasilkan limbah infeksius sebanyak 20.096 kg atau 20 ton, pada tahun 2020. Sedangkan tahun ini, terhitung sejak Januari hingga Mei 2021, limbah infeksius yang dihasilkan mencapai 8.047 kg atau sekitar 8 ton, dengan rata-rata 1.609,4 kg atau 1,6 ton.

Jika ditotal, selama pandemi Covid-19, limbah B3 medis yang dihasilkan satu rumah sakit ini  sebanyak 28.143 kg atau 28,1 ton. Sementara limbah sisa pembakaran (residu), tahun 2021, mencapai 4.815 kg atau sekitar 4,8 ton per bulan.

Direktur RSUD dr Soedarso drg Yuliastuti Saripawan mengatakan, pengelolaan limbah B3 medis atau infeksius tentu berbeda dengan limbah biasa.

Menurutnya, RUSD dr Soedarso telah melakukan pengolahan limbah B3 sesuai dengan SOP. Yakni memisahkan antara limbah infeksius dengan limbah biasa. Untuk limbah B3 medis atau infeksius, dibakar menggunakan suhu tinggi di dalam incinerator. Kemudian sisa atau ampas debunya (residu), dikirim kepada pihak ketiga.  Dalam satu hari, pembakaran limbah B3 sebanyak dua sampai tiga kali. Mengingat kapasitas incinerator hanya sekitar 150 kg.

“Sedangkan untuk limbah biasa, kami berkerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pontianak,” kata dia. Yuliastuti menjamin, limbah B3 yang sudah keluar dari RSUD dr Soedarso dipastikan aman. “Keluar dari Soedarso, kita pastikan limbah debunya sudah aman,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pontianak, Saptiko mengatakan, jumlah limbah B3 medis yang dihasilkan di seluruh Kota Pontianak mencapai 13.000 kg atau 13 ton, selama Januari hingga Juni 2021.

Angka tersebut dihimpun dari 23 Puskesmas, 13 Rumah Sakit, 4 Laboratorium, Rusunawa dan Dinas Kesehatan yang ada di Kota Pontianak.

Semua sudah dikelola dengan baik, dengan cara menggunakan transporter dibawa ke pengolahan limbahB3 di luar Kalbar, dan menggunakan incenerstor,” kata Saptiko saat dihubungi Pontianak Post, kemarin.

Sebelumnya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan, cara pengelolaan limbah infeksius di fasilitas pelayanan kesehatan tentu berbeda dengan di lingkungan perumahan.

Deputi Ilmu Pengetahuan Bidang Teknik LIPI, Agus Haryono mengatakan, limbah infeksius berdampak menularkan penyakit yang dapat mengganggu pelayanan kesehatan ke masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan antisipasi dampak negatif dari limbah infeksius.

“Perlu pengelolaan dengan standar tertentu agar tidak menimbulkan permasalahan baru,” katanya seperti dikutip dalam laman www.lipi.org.

Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI, Ajeng Arum Sari juga mengungkapkan hal yang sama. Limbah infeksius fasillitas pelayanan kesehatan harus disimpan dalam kemasan tertutup paling lama dua hari setelah dihasilkan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB

Pj Gubernur Kalbar Sidak Pegawai Usai Libur Lebaran

Selasa, 16 April 2024 | 09:12 WIB

Warga Ngabang Keluhkan Tarif PDAM Naik Drastis

Senin, 15 April 2024 | 14:30 WIB
X