UTAMA | PONTIANAK | KRIMINAL | DAERAH

DAERAH

Kamis, 24 Juni 2021 17:33
Kejati Buru Aset BLBI di Kalbar, Incar 23 Debitur dengan Nilai Rp149 Miliar
INCAR ASET BLBI: Kajati Kalbar Masyhudi dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kalimantan Barat Edward Up Nainggolan saat memberikan keterangan pers. (ARIEF NUGROHO/PONTIANAK POST)

Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Kekayaan negara (DJKN) memburu aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Kalimantan Barat. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kalimantan Barat Edward Up Nainggolan mengatakan, setidaknya ada 23 debitur atau obligator di Kalimantan Barat, yang nilainya mencapai Rp149 miliar.

“Sesuai dengan Kepres Nomor 6 tahun 2021, Satgas BLBI telah dibentuk di pusat yang terdiri dari beberapa kementerian, termasuk penegak hukum. Dan ini adalah rapat awal, dan nanti kami juga akan menggelar rapat gabungan juga untuk menetapkan langkah awal untuk penyelesaian BLBI di Kalimantan Barat,” ujar Edward Up Nainggolan usai rapat koordinasi Penyelesaian Aset BLBI di kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Rabu (23/6) diberitakan pontianakpost.co.id.

Dikatakan Edward, meski ada 23 obligator di Kalimantan Barat, namun, tidak semua ditangani di Kalimantan Barat, sebagian ditarik oleh kantor pusat atau satgas, yang dibentuk oleh presiden.

Sementara, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Masyhudi mengatakan, pihaknya tidak akan berlama-lama menangani hal ini. “Kita akan inventarisir semua, dan semua sudah terdata,” katanya.

Ia mengimbau kepada seluruh debitur atau obligor yang ada di Kalimantan Barat untuk bersikap kooperatif dan segera menyelesaikan persoalan BLBI ini. “Ini masalah keadilan, saya harap yang sudah merasa untuk segera menyelesaikan persoalan ini, tapi tindak lanjutnya akan segera kita selesaikan,” katanya.

Masyhudi menegaskan, penyelesaian BLBI dapat dilakukan melalui perdata, namun tidak menutup kemungkinan akan ada pidana dalam penyelesaiannya. “Bisa ini diselesaikan dengan perdata, tapi tidak menutup kemungkinan juga ini diselesaikan dengan Pidana, ada undang undang yang mengaturnya,”tegasnya.

Oleh sebab itu, pihaknya masih akan melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi terkait untuk merumuskan langkah-langkah penyelesaian BLBI di Kalbar, Diharapkannya, penyelesaian BLBI di Kalbar dapat  dilakukan secara baik oleh semua pihak yang terlibat.

“Kita berharap semua bisa diselesaikan dengan baik-baik, kita juga tidak ingin mengganggu mereka para pengusaha, tetapi di satu sisi kewajiban dia juga dapat segera diselesaikan terhadap negara ini,” tutupnya. 

Masyhudi menegaskan, penyelesaian BLBI dapat dilakukan melalui perdata, namun tidak menutup kemungkinan akan ada pidana dalam penyelesaiannya. “Bisa ini diselesaikan dengan perdata, tapi tidak menutup kemungkinan juga ini diselesaikan dengan Pidana, ada undang undang yang mengaturnya,”tegasnya.

Oleh sebab itu, pihaknya masih akan melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi terkait untuk merumuskan langkah-langkah penyelesaian BLBI di Kalbar, Diharapkannya, penyelesaian BLBI di Kalbar dapat  dilakukan secara baik oleh semua pihak yang terlibat.

“Kita berharap semua bisa diselesaikan dengan baik-baik, kita juga tidak ingin mengganggu mereka para pengusaha, tetapi di satu sisi kewajiban dia juga dapat segera diselesaikan terhadap negara ini,” tutupnya.

BLBI adalah skema bantuan yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Sudah lebih dari 20 tahun, ratusan triliun uang negara belum dikembalikan hingga hari ini.

Satgas BLBI

Satgas BLBI dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti. Satgas BLBI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pembentukan Satgas BLBI bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien, berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya.

Pokja Satgas BLBI terdiri dari Pokja Data dan Bukti, Pokja Pelacakan, dan Pokja Penagihan dan Litigasi. 26 orang Satgas Pokja Data dan Bukti terdiri dari perwakilan Kemenkeu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kemenkopolhukam.

Tugas Pokja Data dan Bukti antara lain melakukan pengumpulan data dan dokumen, melakukan verifikasi dan klasifikasi data dan dokumen, serta melakukan tugas lain dalam rangka penyediaan data dan dokumen terkait debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, perjanjian atau dokumen perikatan lainnya dan data/dokumen lain sehubungan penanganan hak tagih BLBI.

Sementara itu, 26 orang Satgas Pokja Pelacakan terdiri dari perwakilan Badan Intelijen Negara (BIN), Kemenkeu, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Hukum dan HAM, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Tugas Pokja Pelacakan antara lain melakukan pelacakan dan penelusuran data debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, dan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak-pihak lain, di dalam dan luar negeri, dalam rangka mendukung keberhasilan upaya penagihan dan tindakan hukum yang diperlukan dalam pengembalian dan pemulihan piutang negara dana BLBI, baik terhadap debitur, obligor, maupun ahli warisnya.

Sedangkan 24 orang Satgas Pokja Penagihan dan Litigasi terdiri dari perwakilan Kejaksaan RI, Kemenkeu, dan Kemenkopolhukam. Tugas Pokja Penagihan dan Litigasi antara lain melakukan upaya penagihan, tindakan hukum/upaya hukum yang diperlukan dalam pengembalian dan pemulihan piutang dana BLBI baik di dalam maupun di luar negeri, melakukan tindakan hukum lainnya/upaya hukum lainnya yang diperlukan dalam menghadapi upaya penyembunyian, pelepasan, pengalihan hak atau aset untuk menghindarkan kewajiban pengembalian dan pemulihan piutang negara dana BLBI.

Perjalanan Kasus BLBI

Dikutip dari berbagai sumber, tahun 1999, Indonesia mengalami krisis ekonomi. Banyak bank-bank di Indonesia mengalami kesulitan likuiditas. Pemerintah lewat Bank Indonesia (BI) kemudian mengucurkan uang negara sebagai pinjaman ke bank-bank tersebut, kredit ini kemudian disebut dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik konglomerat Sjamsul Nursalim merupakan salah satu bank yang mendapatkan kucuan uang rakyat tersebut, yakni senilai Rp 47 triliun.

Kucuran dana dilakukan lewat Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA), di mana BPPN mengambil alih saham dan pengelolaan BDNI.

Dalam MSAA tersebut, jumlah utang BDNI kepada pemerintah adalah sebesar Rp 47,2 triliun, dikurangi aset BDNI sebesar Rp 18,85 triliun, termasuk di dalamnya pinjaman (piutang) BDNI kepada petampak udang Dipasena Lampung sebesar Rp 4,8 triliun.

Aset BDNI dalam bentuk piutang ke petambak udang Dipasena tersebut, diklaim Sjamsul Nursalim sebagai aset lancar yang seolah tidak bermasalah.

Dalam investigasi BPPN, ditemukan bahwa aset piutang petambak Dipasena tersebut merupakan kredit macet sehingga Sjamsul Nursalim dianggap melakukan misrepresentasi.

BPPN kemudian melayangkan surat yang menyatakan Sjamsul Nursalim melakukan misrepresentasi dan memintanya untuk menggantinya dengan aset lain untuk membayar utang BLBI, namun Sjamsul Nursalim menolak.

Selain itu, dalam penggunaannya dana BLBI, BDNI melakukan penyimpangan sehingga BPPN mengkategorikannya sebagai bank yang melanggar hukum atau bertransaksi tidak wajar yang menguntungkan pemegang saham.

Kasus ini pernah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK0, dengan menetapakan tiga orang tersangka, yakni Syafruddin Arsyad Temenggung, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.

Pasangan suami istri ini diketahui telah bersembunyi di luar negeri. Sedangkan, Syafruddin Arsyad divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Putusan itu memperberat hukuman 13 tahun penjara di tingkat Pengadilan Tipikor.

Tahun 2019, dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Syafruddin sebagai penerbit SKL kemudian dinyatakan bebas alias tidak bersalah. Majelis hakim menilai tidak ada tindak pidana yang dilakukan Syafruddin dalam menerbitkan SKL BLBI.

Tahun 2021, KPK sempat mengajukan Peninjauan Kembali vonis lepas Syafruddin ke MA pada 17 Desember 2019. Namun, MA menolak upaya hukum luar biasa tersebut pada Juli 2020. Karena dianggap tidak ada upaya hukum lain, maka KPK memutuskan mengeluarkan penghentian penyidikan (SP3) atas kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. (arf)

loading...

BACA JUGA

Senin, 14 September 2015 16:21

Kepergok Warga, Maling Tewas Dihajar Massa

<p><strong>PONTIANAK</strong> - Seorang pemuda berinisial I, yang diduga hendak mencuri…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers