Kontroversi Makam Putri Sultan Hasanuddin di Mempawah

- Selasa, 8 Juni 2021 | 09:47 WIB
CAGAR BUDAYA: Makam Daeng Fatimah dan Daeng Talibe yang ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya (BCA) di Tanjung Matoa, Pulau Temajok, Kabupaten Mempawah. WAHYU ISMIR/PONTIANAK POST
CAGAR BUDAYA: Makam Daeng Fatimah dan Daeng Talibe yang ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya (BCA) di Tanjung Matoa, Pulau Temajok, Kabupaten Mempawah. WAHYU ISMIR/PONTIANAK POST

Makam I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya di Tanjung Matowa, Pulau Temajo, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat belakangan ini menarik perhatian publik. Terlebih beredarnya kabar telah terjadi dugaan perusakan dan ancaman penggusuran.

Berangkat dari permasalahan tersebut, Pontianak Post melakukan penelusuran keberadaan I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya yang telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten Mempawah menjadi Bencana Cagar Budaya (BCB) sejak 2012 silam. Tak disangka, banyak fakta-fakta menarik yang ditemukan Pontianak Post saat melakukan penelusuran di lokasi makam tersebut.

Seperti apa kisahnya, ikuti perjalanan Pontianak Post dalam mencari jejak sejarah keberadaan Putri Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin di tanah Galaherang Mempawah.

Perjalanan kami dimulai pada Kamis (3/4) pagi. Pontianak Post bersama awak  media cetak maupun online di Kabupaten Mempawah memulai pencarian di Pulau Temajo, Kecamatan Sungai Kunyit. Jam menunjukkan pukul 09.00,  kami memulai keberangkatan dari dermaga di Jalan Nelayan Sungai Kunyit.

Cuaca saat tampak cerah, sinar matahari terasa pekat menyengat kulit. Pagi itu, kondisi air laut sedang surut, sehingga motor air yang kami tumpangi tak bisa merapat ke dermaga. Terpaksa, kami menyewa sampan kecil untuk menuju motor air yang telah menunggu.

Setelah semua penumpang dan logistik diangkut ke motor air, perjalanan menuju ke Pulau Temajo dilanjutkan. Tujuan utamanya adalah Tanjung Matowa yang menjadi lokasi makam I Fatimah Daeng Takontu.  Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan pulau yang di depannya terdapat pelabuhan Internasional Kijing.

Jalan menuju dermaga yang membelah laut sepanjang 3,5 kilometer itu cukup memberi hiburan tersendiri. Sebab siapa yang sangka, dulunya hanyalah lautan, kini berdiri bangunan megah yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Tak terasa, 40 menit kami melakukan perjalanan dan tiba di Tanjung Matowa. Setibanya di pinggiran tanjung, kondisi air laut masih surut. Sehingga memaksa para awak media terjun ke air, sembari mengarahkan motor air secara manual agar bisa lebih merapat ke bibir pantai.

Sesampainya di pantai, perjalanan dilanjutkan dengan melewati jalan setapak menuju ke makam I Fatimah. Jalan dengan pondasi semen itu memiliki lebar 1 meter. Sekitar 50 meter berjalan, kami menemukan rangka bangunan surau berukuran kurang lebih 4 x 6 meter, yang beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial, dikarenakan di bangunan tersebut berada di atas lahan pribadi dan terancam akan digusur.

Dari situ perjalanan dilanjutkan dengan kondisi jalan mendaki ke arah bukit. Meskipun sempat kelelahan dikarenakan trek yang menanjak, namun akhirnya kami sampai ke lokasi makam, yang diperkirakan berjarak 500 meter dari bangunan rangka surau.

Sesampainya di sana, kami menemukan  makam I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya. Di lokasi itu, ada dua makam yang posisinya bersebelahan dan dipagar dengan kain kuning. Kedua makam tersebut ditambak menggunakan kayu yang juga berwarna kuning.

Posisi makam lebih rendah tertulis nama Daeng Siti Fatimah, sedangkan makam sebelahnya dengan posisi tambak yang lebih tinggi tertulis nama Syech Daeng Talibe. Berdasarkan refrensi yang didapatkan dari Disdikporapar Kabupaten Mempawah, bahwa.

Daeng Siti Fatimah merupakan Panglima Perang Kerajaan Mempawah wilayah laut, sedangkan Syech Daeng Talibe merupakan suaminya yang juga membantu perjuangannya mengusir penjajah dari Bumi Galaherang.

Kami lalu melakukan penelusuran di sekitaran makam, namun tidak ditemukan benda atau peninggalan apapun. Hanya hutan belantara yang terdiri dari semak belukar dan pepohonan serta bebatuan bukit. Ada juga atap yang sudah roboh. Bangunan tersebut merupakan atap dari makam I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya dan suaminya Syech Daeng Talibe.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB

Pj Gubernur Kalbar Sidak Pegawai Usai Libur Lebaran

Selasa, 16 April 2024 | 09:12 WIB

Warga Ngabang Keluhkan Tarif PDAM Naik Drastis

Senin, 15 April 2024 | 14:30 WIB

Polres Sintang Cegah Praktik Kecurangan di SPBU

Selasa, 9 April 2024 | 09:27 WIB

Ismail Jadi Pj Bupati Mempawah, Gantikan Herlina

Minggu, 7 April 2024 | 11:15 WIB
X