Waktu itu, beragam spekulasi pun muncul dikepala Syapril. Anggapan jarang konsumsi ikan bagi ibu hamil baru satu penyebab. Kemudian, muncul beberapa penyebab stunting yang menurut Syapril bisa terjadi di sini.
Pikir Syapril, sudah puluhan tahun dan turun temurun aktivitas pertambangan emas dilakukan warga setempat. Penambangan emas dilakukan masyarakat di tepian sungai daerah perhuluan. Sehingga air sungai hasil tambang turun ke hilir. Dimungkinkan saja kata dia aktivitas ini menyebabkan terjadinya pencemaran air sungai sehingga terkontaminasi merkuri dan mengenai habitat hidup ikan di sungai.
Jikapun habitat ikan kebal merkuri, tetapi tidak dengan masyarakatnya. Termasuk ibu hamil akan rentan terpapar merkuri apabila mengkonsumsi ikan dari sungai bermerkuri. Akan masalah ini, sebenarnya ia sudah mendorong agar Dinas Lingkungan Hidup Kapuas Hulu melakukan pengkajian ulang agar sumber air ini ditinjau kembali.
Upaya Pemda Kapuas Hulu dalam penertiban PETI rencana juga diberlakukan dengan menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Ia menyetujui usulan itu. Akan lebih baik jika keberadaan WPR berada minimal lima ratus meter dari sungai. Dengan begitu, dapat memperkecil terjadinya pencemaran air sungai akibat aktivitas tambang ini. “Sampai sekarang saya belum berani berikan rekomendasi usulan WTR. Tetapi jika WTR berada di wilayah lima ratus meter dari tepi sungai akan saya berikan,” ujarnya.
Penyebab stunting lainnya, kemungkinan dari MCK yang berada di tepian sungai. Keberadaan MCK tepi sungai jika dilihat hingga saat ini sudah jauh berkurang. “Sosialisasi MCK di tepian sungai kami lakukan terus. Masyarakat silahkan beraktivitas di lanting. Tetapi ketika ingin buang air besar harus naik ke rumah,” katanya.
Budaya buang air di sungai, memang masih menjadi PR nya. Karena MCK di sungai turut menyebabkan kasus stunting terjadi.