“Karena si pemilik rumah tidak mengkonsumsi telur penyu, maka, kardus itu disimpan di dalam gudang rumahnya. Tanpa melihat dan menghitung jumlahnya. Sampai akhirnya menetas,” lanjutnya. Selanjutnya, puluhan bayi penyu itu dievakuasi dan dilakukan identifikasi serta morphometry untuk mengetahui jenis dan ukuran tubuh tukik.
Dari hasil penghitungan, ada 57 ekor tukik yang berhasil menetas dengan selamat. Namun, ada juga beberapa di antaranya gagal menetas dengan kondisi telur dalam keadaan rusak. Sementara berdasarkan ciri khas fisik dengan list putih pada flipper dan scute pada prefrontal (kepala), tukik tersebut merupakan penyu Hijau (Chelonia mydas).
“Setelah kami lakukan identifikasi dan morphometry, rata-rata berat 19,42 gram dengan panjang karapas 46,01 mm dan lebar 35,18 mm. Sedangkan berdasarkan pengamatan kondisi tubuh dan daya renang tukik dalam kategori baik dan layak untuk dilepasliarkan” ujar drh Maulidio Sehendro M.Si, anggota Flaying Vet Indonesia.
Keesokan harinya, Selasa (29/9), dengan menggunakan Kapal Patroli Perikanan milik Ditjen PSDKP-Kementerian Kelautan dan Perikanan, tukik-tukik tersebut dilepasliarkan ke habitatnya, yaitu di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah.
Terpisah, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Getreda M. Hehanussamengatakan, pihaknya mengapresiasi warga yang sudah melaporkan kejadian tersebut. Menurut Gethreda, peristiwa menetasnya telur penyu tidak pada tempatnya sangat langka, dan kemungkinan hidupnya sangat kecil. Namun, faktanya ini terjadi.
“Setelah saya mendapat laporan, saya sempat bingung. Telur penyu yang sudah keluar dari lokasinya, kemungkinan hidupnya sangat kecil. Tapi ini masih bisa menetas,” katanya. “Saya pikir, kita harus bergerak cepat, tukik ini harus diselamatkan dan dikembalikan ke habitatnya,” sambungnya.