Ia diizinkan punya warung di depan Bukit Kelam. Lalu pertengahan 1990-an ia pindah bersama istri dan anaknya dari simpang Kelam menuju depan wisata Bukit Kelam. Menjual rumah yang ada di simpang Kelam. Untuk dibelikan tanah dan dibangun rumah di depan Bukit Kelam “Dulu di sini rumah masih jarang. Ada satu dua saja,” ujarnya menceritakan bagaimana kondisi Lingkar Kelam dulu.
Dari sanalah kakek yang punya sembilan cucu ini mulai membuka tambak ikan. “Dulu belinya ndak langsung segini. Sedikit-sedikit dulu,” ujarnya menunjuk area tanah berukuran 3 hektar yang baru sepertiga dan kelolanya. Sisanya masih berupa hutan dengan pepohonan yang masih menjulang.
Sekarang ia punya 16 kolam budidaya ikan. Tiga kolam berukuran 20 x 40 meter. yang berukuran 13 x 15 meter ada 6 kolam. Sedangkan yang berukuran 5 x 15 meter ada 7 kolam.
Ia benar-benar memanfaatkan sumber air dari Bukit Kelam. Pipa dipasang dari sumber air di Bukit Kelam sampai ke kolam-kolam ikan miliknya. Jarang sekali ia kekurangan air.
Ikan yang dibudidayakannya pun beragam. Dari hias sampai konsumsi. Yang hias, ada silok biasa, silok Brazil, dan ikan koi. Yang konsumsi ada ikan nila dan gurame.
Hudori mengaku tak pernah menjual ikan-ikan hasil budidayanya langsung ke pasar. “Kalau lempar langsung ke pasar, harganya murah. Jadi orang yang langsung datang ke sini. Kadang beli dalam jumlah besar. Lebih sering beli satu dua ekor,” ucapnya.