Bangunan Bersejarah dan Cagar Budaya di Pontianak Perlu Perhatian Pemerintah

- Minggu, 16 Agustus 2020 | 12:22 WIB
Lama sekali: Kantor Pos lama, saksi bisu hubungan komunikasi sejak masa koloniaL. Foto diabadikan Sabtu, (15/8). ARIS/pONTIANAK pOST
Lama sekali: Kantor Pos lama, saksi bisu hubungan komunikasi sejak masa koloniaL. Foto diabadikan Sabtu, (15/8). ARIS/pONTIANAK pOST

Beberapa bangunan bersejarah di Kota Pontianak masih belum masuk dalam daftar Bangunan Cagar Budaya. Hal ini menjadi pertanyaan terhadap keseriusan pemerintah melestarikan warisan sejarah berbentuk benda, Sabtu (15/8).

Ketua Kehormatan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Barat, Ahmad Roffi Faturrahman mengatakan bahwa bahwa bangunan bersejarah yang ada di Pontianak banyak berasal dari periode kolonial akhir. Namun ia menyayangkan data bangunan-bangunan bersejarah tersebut tidak terdata secara lengkap di Pemkot. “Jadi kita tidak bisa membagi periodisasi bangunan-bangunan tersebut,” katanya, Sabtu (15/8).

Pemkot Pontianak menurutnya juga belum membuat kebijakan yang terkait dengan kawasan sejarah. “Jadi mana yang disebut kawasan sejarah, kawasan pusaka itu belum ada,” ujarnya.

Ia juga menilai ketiadaan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) di tingkat provinsi dan kota membuat bangunan bersejarah di Pontianak kurang mendapat perhatian dan tidak dilindungi undang-undang. “Sehingga memang secara undang-undang lemah. Sehingga sewaktu-waktu bisa dihancurkan,” ujarnya.

Bangunan bersejarah di Pontianak dinilainya sebagai bagian dari sejarah arsitektur di Pontianak. “Secara keilmuan, bentuk dan struktur menjadi pembelajaran bagaimana model arsitektur yang cocok di daerah tersebut. Sedangkan secara umum dari model bangunan, kita bisa melihat bagaimana tren pada masa itu. Sehingga bisa mengarahkan tren untuk periode berikutnya,” katanya.

Amanah untuk melestarikan Benda Cagar Budaya yang diberikan kepada pemerintah termuat dalam UU No. 11 Tahun 2010. Namun pemerhati sejarah seperti Yusri Darmadi menilai undang-undang itu belum optimal.  “Kadang undang-undang cuma di atas kertas. Sampai sekarang PP-nya (Peraturan Pemerintah) pun belum terbit. Ini juga kritik untuk pemerintah pusat. Terutama Dirjen Kebudayaan agar segera menerbitkan PP terkait dengan itu,” ungkapnya, Jumat (14/8). Menurutnya bangunan-bangunan bersejarah adalah identitas sekaligus ciri khas. Ia meminta perhatian pemangku kepentingan untuk merawat bangunan cagar budaya.

Senada dengan Roffi, ia juga meminta agar tim pengurus cagar budaya untuk segera di bentuk. Karena menurutnya, hal ini sudah lama diwacanakan. Namun sampai sekarang belum terealisasi. “Kalau memang mau komitmen (dalam pelestarian benda cagar budaya) ndak usah no action, talk only,” katanya.

Saat ini, terangnya, cagar budaya di Kalbar dikelola oleh BPCB Kalimantan Timur dan pemerintah pusat. Menurutnya itu tidak optimal dan melalui banyak tahapan.  “Kalau sudah ada tim cagar budaya, cukup penetapannya lewat pemerintah daerah masing-masing dan regulasinya mereka yang mengatur,” katanya. Pembangunan menurutnya tidak boleh mengorbankan warisan sejarah dan budaya. Setiap pembangunan yang berada di sekitar cagar budaya harus lulus dari analisa dampak warisan. “Kalau kita ada analisa dampak lingkungan, seharusnya juga ada analisa dampak warisan sejarah dan budaya. Pembangunan boleh berjalan jika warisan itu tidak rusak,” pungkasnya. (ris)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X