Batas Wilayah Sekadau-Sintang Kembali Polemik, Warga pun Main Segel Kantor Desa

- Sabtu, 30 Mei 2020 | 13:26 WIB
DISEGEL: Kantor Desa Bungkong Baru yang disegel warga sebagai reaksi masyarakat atas provokasi sang kepala desa pada 21 Mei lalu. PAGE FACEBOOK SOFIAN RIFALDO
DISEGEL: Kantor Desa Bungkong Baru yang disegel warga sebagai reaksi masyarakat atas provokasi sang kepala desa pada 21 Mei lalu. PAGE FACEBOOK SOFIAN RIFALDO

SEKADAU – Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Sekadau, Fendy, memastikan persoalan batas wilayah antara Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sintang tinggal menunggu keputusan Pemerintah Pusat. Jawaban tersebut meluruskan persoalan batas wilayah antara kedua kabupaten yang kembali berpolemik.

“Bagaimanapun kita percayakan kepada Pemerintah Pusat karena kewenangannya memang ada di Kemendagri. Kita selalu berupaya menjaga kondisi tetap aman. Kita berharap, setelah kejadian ini kiranya menjadi atensi Kemendagri untuk segera mengambil sikap terkait permasalahan yang sudah berlarut-larut ini. Ini sudah puluhan tahun tidak pernah selesai,” jelas Fendy seperti dilansir Pontianakpost.co.id. 

Seperti diketahui pada umumnya, masalah batas wilayah antara dua kabupaten di Kalimantan Barat ini memang sudah berlangsung sejak lama. Kemarin, sejumlah tempat umum di sekitaran Desa Sunsong, Kecamatan Sekadau Hulu, turut disegel atas buntut dari polemik yang tak kunjung usai tersebut.

Asisten I Fendy menjelaskan, penyegelan Kantor Desa, Posyandu, dan PAUD merupakan reaksi masyarakat Desa Sunsong. Dijelaskan dia bahwa penyegelan tersebut terjadi lantaran adanya provokasi dari Kepala Desa Bungkong Baru, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, yang menyulutkan emosi masyarakat Sunsong, hingga melakukan penyegelan terhadap beberapa tempat tersebut.

“Jadi mereka (warga Desa Bungkong Baru, Red) saat ini masih membujuk beberapa warga Desa Sunsong, khususnya mereka yang memiliki latar belakang pendidikan tamatan SMA untuk pindah jadi warga Desa Sinar Pekayau (Sintang, Red). Selanjutnya, diiming-imingi jabatan menjadi perangkat desa,” kata Fendy saat dikonfirmasi, pada Jumat (29/5) di Sekadau.

Fendy mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan laporan dari Kepala Desa (Kades) Sunsong bahwa ada sembilan orang yang berstatus warga Sunsong dan Nanga Biaban menyatakan ingin pindah ke Desa Sinar Pekayau, karena diiming-imingi jabatan sebagai perangkat desa. Sebelum penyegelan itu terjadi, sambung dia, pihak Desa Sunsong telah berupaya untuk memanggil warga tersebut.

“Pemanggilan itu dimaksud untuk ditanyai pendapatnya, kenapa mesti pindah? Tapi mereka tidak mau datang, panggilan kedua juga tidak hadir. Menurut pernyataan Kades, surat panggilan itu seperti diolok-olok. Nah, ini juga membuat warga jadi emosi hingga melakukan penyegelan,” jelas Fendy.

Dari fakta yang ada, kata Fendy, pihaknya memiliki dokumen yang menandakan bahwa fasilitas yang disegel tersebut memang tidak pernah difungsikan. Bahkan, pihaknya sudah melampirkannya sebagai laporan yang disampaikan kepada Gubernur. 

“Masyarakat kita sekarang ini kan mulai melek, tahu aturan. Jadi, yang mereka ketahui sampai saat ini Desa Bungkong Baru belum tercatat dalam registrasi Kemendagri, sehingga wajar kalau mereka mengatakan itu (desa) fiktif. Keberadaan Desa Bungkong Baru yang mereka sebutkan itu berada dalam wilayah administrasi Desa Sunsong. Jadi, di Sunsong ada desa di dalam desa,” terangnya.

Sementara jika dilihat dari administrasi pembentukan sebuah desa, Desa Bungkong Baru pun dinilai dia belum memenuhi syaratnya. “Syarat terbentuknya sebuah desa, pertama punya wilayah, batas wilayah yang jelas, jumlah penduduk minimal 250 KK. Sementara mereka tidak jelas KK-nya, yang ada hanya beberapa KK. Dari laporan Kades hanya 20 KK, artinya tidak terpenuhi syaratnya tapi dipaksakan untuk menjadi sebuah desa,” paparnya.

Fendy menyebut, sengketa batas wilayah ini memang sudah terjadi sejak lama. Dia mengungkapkan, sesuai SK Gubernur Kalbar Nomor 353 Tahun 1987 tentang Penyatuan Desa dalam Rangka Penataan Kembali Desa di Kalimantan Barat, Sunsong yang saat itu masih berstatus sebagai Dusun masuk dalam Desa Nanga Biaban. Di mana saat itu, dijelaskan dia bahwa wilayah tersebut masih berada dalam Kabupaten Sanggau. Saat itu, dia menambahkan bahwa Sekadau belum memekarkan diri dari kabupaten induk, Sanggau.

“Kami telah dipanggil ke Kemendagri dalam surat disebutkan bahwa masing-masing kabupaten diundang sebanyak tiga orang pejabat yang menangani masalah batas wilayah. Dari Sekadau kami bertiga sesuai surat Kemendagri, dari Sintang puluhan orang. Saya sempat protes, kenapa tidak mengikuti surat yang ada?” beber Fendy.

“Sebetulnya dalam pertemuan waktu itu sifatnya mengambil keputusan. Harusnya tinggal mempelajari dokumen-dokumen dari Tim Penegasan Batas Wilayah Provinsi Kalbar, dari (Pemerintah) Provinsi juga hadir. Dalam rapat itu tidak ditemukan titik temu, akhirnya kami walk out,” timpalnya.

Sementara pada Oktober 2018 lalu, lanjut Fendy, sudah ada pertemuan. Namun, hingga saat ini, diakui dia, belum ada keputusan dari Kemendagri mengenai batas wilayah tersebut.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB

Pj Gubernur Kalbar Sidak Pegawai Usai Libur Lebaran

Selasa, 16 April 2024 | 09:12 WIB

Warga Ngabang Keluhkan Tarif PDAM Naik Drastis

Senin, 15 April 2024 | 14:30 WIB

Polres Sintang Cegah Praktik Kecurangan di SPBU

Selasa, 9 April 2024 | 09:27 WIB

Ismail Jadi Pj Bupati Mempawah, Gantikan Herlina

Minggu, 7 April 2024 | 11:15 WIB
X