Sudah Diburu Sejak Zaman Dinasti Ming, Paruh Enggang Gading Paling Dicari

- Sabtu, 30 Mei 2020 | 13:16 WIB
ENGGANG GADING: Burung Enggang Gading (Rhinoplax vigil) saat terbang menuju sarangnya. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukan burung Enggang Gading dalam daftar kepunahan di alam liar. (Foto: Tim Laman)
ENGGANG GADING: Burung Enggang Gading (Rhinoplax vigil) saat terbang menuju sarangnya. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukan burung Enggang Gading dalam daftar kepunahan di alam liar. (Foto: Tim Laman)

Setidaknya lebih dari enam ribu ekor enggang gading (Rhinoplax vigil) di Kalimantan Barat dibunuh. Kepala dan paruh burung yang menjadi maskot Kalbar ini diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri. Salah satunya Tiongkok.

 ARIEF NUGROHO, Pontianak

Dari laman Pontianakpost.co.id, Enggang gading atau rangkong gading merupakan satu dari 13 jenis burung dari keluarga Bucerotidae yang dilindungi di Indonesia. Berbeda dengan burung jenis rangkong pada umumnya, enggang gading memiliki ciri khas di bagian paruh dan kepalanya. Enggang Gading memiliki cula atau balung di bagian atas paruhnya padat berisi, dengan berat mencapai 13 persen dari berat tubuhnya.

Makanan utama enggang gading sangat spesifik, berupa buah beringin atau ara berukuran besar. Hanya hutan yang masih sehat yang dapat menyediakan pakan ini dalam jumlah banyak sepanjang tahun. Makanan lain berupa binatang-binatang kecil hanya dikonsumsi sekitar dua persen dari keseluruhan komposisi makanannya.

Sama seperti semua jenis burung rangkong, enggang gading hanya memiliki satu pasangan selama hidupnya (monogami). Tidak heran jika burung ini menjadi simbol kesetiaan.

Dalam proses perkembangbiakan, enggang gading akan mencari lubang sarang  yang tepat, terutama di pohon besar dan tinggi.  Sang betina akan masuk dan mengurung diri. Setidaknya butuh sekitar 150 hari bagi enggang gading untuk menghasilkan satu anak. 

Selama proses pengeraman, enggang gading jantan akan menutup lubang sarang menggunakan adonan berupa tanah liat yang dibubuhi kotorannya. Celah sempit disisakan pada lubang penutup untuk mengambil hantaran makanan dari sang jantan, dan juga untuk menjaga suhu dan kebersihan di dalam sarang.

Di Kalbar, enggang gading menjadi maskot kebanggan daerah. Selain itu, burung enggang gading juga memiliki peranan penting yang berkaitan dengan budaya. Bahkan, bagi masyarakat adat Dayak, burung ini diyakini sebagai lambang kesucian, martabat dan simbol spiritual yang menghubungkan antara alam, manusia dan Jubata (Tuhan).

Namun sayangnya, jumlah populasi burung menawan ini semakin berkurang seiring tingginya tingkat perburuan dan masifnya kerusakan hutan sebagai habibat alaminya. Kepala dan paruh enggang gading dianggap memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Bahkan satu buah paruh enggang gading dengan berat tertentu dihargai hingga jutaan rupiah.

Yoki Hadiprakarsa, Spesialis Ekologi dan Satwa Liar Yayasan Rangkong Indonesia mengungkapkan, sejak tahun 2015, IUCN Red List, burung enggang gading statusnya ditetapkan Kritis (CR/Critically Endangered) atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Padahal, jika dilihat tahun sebelumnya, statusnya masih Near Threatened (NT) atau mendekati terancam punah

Dikatakan Yoki, semua jenis rangkong termasuk enggang gading dilindungi UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP No 7 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Dengan statusnya yang dilindungi, kata lelaki yang akrab disapa Yokyok ini, seharusnya kehidupan rangkong, khususnya enggang gading di hutan aman tanpa gangguan. Namun fakta di lapangan sungguh mengejutkan.

“Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Rangkong Indonesia bersama Yayasan Titian pada 2013, tercatat sekitar enam ribu rangkong gading dewasa diburu untuk diambil paruhnya di Kalimantan Barat,” kata Yokyok dalam pemutaran film dan diskusi “Mencari Enggang Gading”, Jumat (28/2) malam di Pontianak.

Sedangkan pada 2015, tercatat sekitar 2.343 paruh enggang gading berhasil disita dari pasar ilegal di berbagai negara, di antaranya Indonesia, Tiongkok, dan Amerika. Jika ditotal, dari 2012-2016 awal, sekitar 8.343 individu enggang gading yang dibantai dengan tujuan utama diselundupkan ke Tiongkok. Menurut Yokyok, perburuan enggang gading sudah terjadi sejak abad ke-14 tepatnya zaman Dinasti Ming. Kala itu, bangsawan Tiongkok sudah menginginkan cula enggang gading untuk dijadikan hiasan. 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Polres Landak Fokus Pencegahan Aktivitas PETI

Rabu, 24 April 2024 | 11:30 WIB

Erlina Optimis Mempawah Semakin Maju

Senin, 22 April 2024 | 09:15 WIB

Balap Liar Mulai Resahkan Warga Sukadana

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X