Santri Berjuang Lawan Corona, Tes Pertama Negatif, Kedua Kok Reaktif?

- Sabtu, 16 Mei 2020 | 10:12 WIB
BERBINCANG: Bupati Sintang Jarot Winarno tengah mengobrol bersama OTG berusia 12 tahun di Gedung Serbaguna tempat pasien OTG di karantina. ISTIMEWA
BERBINCANG: Bupati Sintang Jarot Winarno tengah mengobrol bersama OTG berusia 12 tahun di Gedung Serbaguna tempat pasien OTG di karantina. ISTIMEWA

SINTANG – Umurnya 12 tahun. Rapid test pertama hasilnya samar. Rapid test kedua malah hasilnya reaktif. Ia tak menunjukkan gejala apapun. Itu sebab, ia dimasukkan ke golongan Orang Tanpa Gejala (OTG). Santri ini baru pulang dari Pondok Pesantren (Ponpes) Al Fatah, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Anak sekecil ini meski berkelahi dengan waktu. Demi satu impian, yakni sembuh.

Ia manut saat dipanggil Bupati Sintang Jarot Winarno untuk diajak mengobrol. Badannya kecil, pakai kaos oblong dan celana pendek serta masker. Santri ini berjalan dan kemudian duduk di kursi. Santri yang menempuh pendidikan agama di Ponpes Al Fatah Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur ini tengah menjalani karantina di Gedung Serbaguna.

Bocah dengan inisial A ini tak sendiri di sana. Di gedung itu, Ada puluhan orang juga yang ikut di karantina sebab hasil rapid testnya reaktif. 

A bercerita bagaimana ia pulang dari pondok. Dia menjelaskan, dirinya pulang ke Sintang bersama saudaranya dan temannya yang lain. Berselang dua hari tiba di Sintang, ia pun di rapid test. Pertama pada tanggal 23 April kemarin, hasil rapid test pertama tunjukkan non reaktif. Namun rapid test yang kedua, hasilnya malah reaktif. “Sedih dan kaget pas di rapid test kedua hasilnya reaktif,” ucapnya sambil terbata-bata.

Kemudian, ia pun di karantina bersama kluster yang pulang dari Magaten lainnya. Selama di karantina, A selalu menghubungi orang tuanya. “Sering juga berkunjung,” katanya singkat.

Terkadang, oleh orang tuanya, A selalu dibawakan barang yang dia inginkan. Kepada orang tuanya, ia hanya meminta buah. “Biasa minta belikan buah,” jawabnya lirih. Kendati di ruang karantina sendiri, A ada juga rekan sebayanya. Bersama rekannya ia terkadang bermain.

Di bulan Ramadan ini, A bahkan berpuasa. Untuk mengisi waktu, dirinya bermain game di smartphone dan video call bersama teman-temannya. Air mata bocah ini tak terbendung, ketika ditanya mengenai kabar orang tuanya. Sembari mengusap air mata, ia hanya menganggukkan kepala dan menunduk.

“Saya puasa terus. Makanan untuk sahur sudah disediakan. Mereka (keluarga) sering datang ke sini,” ucapnya sambil mengusap air mata.

Sementara itu, Bupati Sintang Jarot Winarno berujar, dukungan meski selalu datang kepada mereka yang tengah berjuang ini. Pihaknya juga tengah mengupayakan adanya pendampingan dari psikolog untuk memberikan penguatan mental kepada mereka. “Kalau bisa ada ada psikolog. Ini penting untuk membesarkan hati mereka. Bayangkan saja, anak 12 tahun harus menjalani isolasi. Tentu mereka harus mendapat dukungan dari berbagai pihak,” tegas Jarot.

Orang nomor satu di Senentang ini juga mengatakan, kepada masyarakat jangan sampai ada stigma pada OTG yang rapid testnya reaktif. Sebab, pihaknya selalu mengupayakan hal yang terbaik untuk terus memperjuangkan kesembuhan mereka. “Yang penting tidak ada stigma buat mereka. Itu saja sudah cukup, yang jelas semua OTG akan kita tangani dengan baik,” tandasnya. (*)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X