Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) memang memicu kabut asap pekat di Kalbar. Yang berdampak luar biasa terhadap semua sektor. Utamanya perekonomian. Aktivitas ekonomi Kalbar kini mulai "sesak nafas" akibat bencana yang telah menjadi “tradisi” karena tak kunjung bisa diatasi. Meski pucuk pimpinan pemerintahan daerah telah berganti.
“Kalau dari sisi kesehatan, tentu ini sudah pasti dirasakan oleh masyarakat akibat kabut ini, sama halnya dengan kegiatan perekonomian yang juga ikut terpengaruh,” tutur pengamat ekonomi dari Universitas Tanjungpura (Untan), M. Fahmi, Minggu (16/9).
Sektor ekonomi yang paling merasakan dampak kabut asap, yakni usaha jasa transportasi, khususnya di udara atau penerbangan. Banyak pesawat terlambat bahkan urung terbang lantaran minimnya jarak pandang. Wajar saja, sebab Maskapai tak mau ambil risiko. "Cancel-nya penerbangan dampaknya berantai, tentu keinginan orang untuk berkunjung ke Kalbar menjadi terhambat, apalagi mereka yang sudah membuat janji harus batal, belum lagi tamu yang sudah memesan kamar hotel, tentu akan batal pula,” tuturnya.
Gagal terbang juga berpengaruh pada sektor pariwisata yang ikut memicu merosotnya pendapatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Kalbar. “Sebab kita tahu bahwa pariwisata ini juga men-trigger (memicu,red) pertumbuhan ekonomi khususnya UMKM, kunjungan berkurang hal-hal demikian tentu sangat berdampak besar bagi pelaku UMKM,” jelas Fahmi.
Belum lagi, sambung dia, dari sisi usaha kargo yang juga bakal terhambat. Jasa pengiriman barang bisa mandek karena pesawat kesulitan terbang. Fahmi pun berharap pemerintah segera memikirkan secara detil solusi terhadap penanganan kabut asap ini. Langkah serta regulasi bersifat taktis dan parsial dibutuhkan untuk menyudahi polemik kabut tersebut.
“Sampai ke punishment bagi yang punya lahan, yang kaitannya dengan tanggung jawab dan menjadi kesalahan mereka, sebab menurut penelitian hampir 90 persen lahan terbakar bukan terjadi secara alami,” bebernya.