Masrah dibopong sepanjang satu kilometer menggunakan tandu hingga sampai ke perahu. Mereka langsung berangkat. Di atas perahu yang terus digoyang ombak itu, Masrah terus merintih kesakitan. Bidan Juraini pun gelisah. Masrah terus mengalami pendarahan. Sementara dirinya hanya bisa menenangkan dan mencoba memberikan pertolongan seadanya.
Sesampai di Puskesmas Liku, pihak medis menyatakan tidak mampu menangani persalinan Masrah. Puskesmas itu juga tidak memiliki perlengkapan yang memadai. Masrah lantas dirujuk ke rumah sakit di Sambas yang jaraknya sekitar tiga jam perjalanan lagi.
Kondisi Masrah sudah makin lemas. Sumardi tak mau membuang waktu. Ia segera mencari mobil. Beruntung seorang warga yang tinggal tak jauh dari puskesmas mau menyewakan mobilnya. Perjalanan ke Sambas pun dimulai.
Mobil terus melaju di jalan yang waktu itu rusak parah. Mereka seakan berlomba dengan waktu. Bila tak segera sampai ke rumah sakit, dikhawatirkan nyawa Masrah dan bayinya sulit tertolong. “Syukurlah, meski sudah sangat lemah, istri saya masih mampu bertahan,” ujar Sumardi.
Malam itu suara tangisan bayi terdengar dari ruang persalinan Rumah Sakit Sambas. Masrah melahirkan anak pertamanya dengan selamat.
Begitulah kondisi warga di Temajuk. Betapa sulitnya saat kondisi gawat darurat. Tidak sedikit pasien yang meninggal saat dibawa dalam perjalanan ke rumah sakit. “Pernah juga saya membawa pasien hamil yang mengalami pendarahan. Dalam perjalanan, darahnya terus keluar. Akhirnya meninggal di perjalanan,” kata Juraini.