Hanya saja, lanjut Herti, memberikan secara langsung dan semua rasanya juga tidak mungkin. Alasannya keuangan negara terbatas sekali. Dengan keterbatasan tersebut, ada kearifan lokal diberdayakan nelayan tradisional setempat.
Misalnya di Kabupaten Sambas, nelayan sudah menyepakati hanya akan mempergunakan sebanyak 100 trawl saja. Tidak boleh ditambah hingga alat tangkap tersebut benar-benar musnah.
“Sedikit demi sedikit beralih ke alat tangkap ramah lingkungan. Makanya, jika ada trawl luar masuk ke kampung, bakalan dihalau nelayan lokal dan diberikan sanksi pidana,” ujarnya.
Kearifan lokal merupakan buah kesepakatan nelayan dan para pemangku kebijakan. Kearifan lokal seperti begini harusnya didorong untuk menjaga sumber daya alam laut. “Kami (DKP Kalbar) terus dorong,” kata Herti.
Dia melanjutkan bahwa Gubernur Kalbar belum memberikan instruksi mengenai trawl ini. Hanya kaitannya menjaga bagaimana BBM subsidi diperoleh nelayan secara merata.
“Intinya, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 masih berlaku. DKP juga secara bijak harus menyeimbangi,” tuturnya.